Selasa, 27 Desember 2011

PUPPET IN THE DAYS OF ISLAM 1 by Drs. H. Effendi Zarkasi


Pentas Wayang Kulit

TUESDAY, DECEMBER 27, 2011 - DENMASPRIYADI BLOG :  Is why in the days Demak changes so great and wonderful? For this let us see what Dr.. G.A.J. Hazeu which has been translated by R.M. Mangkudimejo.

At first puppets made of buffalo leather R. Fractures during the reigns in 1437 saka. At that time the puppet is still intangible such as painting the human form as what is contained in the temple reliefs Upgrading. Therefore it has something to do with Islamic religious law, which is contrary to the Personality ', while the king and the people loved the puppets, the puppet of the mayor to change the shape of the painting "metok" (face to face) to be skewed. While parts of the body especially the hands of a length. At first, before taking a picture carved in the eyes, ears, etc., just simply drawn, then painted with a sculpture by the Mayor. That's where if people want to know that how smart the Wali.

That the mayor has a very important role, Dr.PH Piqued argues, that:

Research by experts Kejawen, puppet shows Purwa mean it is closely related to the pattern of early Muslims in Java. Allegations that the player shows as separate puppets had been there since ancient times and then filled with mystical Islam is not true. People know that the news about the Guardians Java propagator of Islam, that is what gives them an important role in the puppet show on the purpose of realization of this right now ... (Dr.PH Piqued, Javaanse Voksvertoningen, page 56).

Purwa R.M. Sajid says that:

By Sunan Giri then fitted again with ornaments, such as chelating shoulder (garnish base of the arm), bracelet, "keroncong" (ankle bracelets), earrings ear, "Badong" (decoration on the back), "diadem" (headdress), and others. Being a puppet and a story that was Queen Single suluknya in Giri, when represented in the Palace Demak Saka year 1478.

Commencement of puppets carved striped gambier (fine lines in the hair for example) that in the year 1477 Saka behest R. Trenggana who holds Kanjeng Emperor Akbar Sah Ngalam III in Demak.

Later in the reign of Sultan Hadiwijaya who in his youth known as Joko Tingkir Pajang king, puppets carved Gayaman (regardless), but the hands still connected primarily to the body. That is not separated from the body which are connected with a rope like what we see in puppet form now.

As for the magnified by his puppet monkey (Vanara) is Sunan Giri. While that adds Ricikan (horses, elephants, soldiers Rampak, etc.) is Sunan Bonang.

Raden Patah create Kayon (mountains) that is attached in the middle of the arena screen when the show early, middle, and end the show. (Sri Mulyono, Wayang: the origins, philosophy and future, p. 84-89)

Puppets carved in a more subtle again is in the reign of Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo Mataram in 1541. Starting separation of body hand puppet (which was then tied to the body in order to facilitate the movement of the hand) is also in the days of Mataram.
Began holding a giant Cakil in 1552 Saka and this is indicated by Candra sengkala Memet (images that can show the meaning of the year) that "The Hand Attorney Tinata creature" in 1552 Saka.

The creation of "Guru" according to Dr.. Piqued that, Guru Puppet by holding the "Cis," have the meanings made in rebuttal Memet in 1485 Saka (Cegamaning kinarseng dragon god) or 1563 AD.
Festival Widyaka own name as the first puppeteer who played Shadow Puppet. Sunan Kalijaga also the same, in the year 1443 Saka, Gemi dadi Gucining guard = 1521 AD. (Dr. TH Piqued, Javaanse Volksvertoningen, page 56.)

Regarding the transition to a form of shadow play puppet Beber in the days of empire Demak in the book "Religion and Culture linkages" are described as follows:

According to the book “Kaweruh asalipun ringgit" by RM Mangkudimejo Yogyakarta palace courtiers, puppet Beber was everything technique improved by Demak Sangkala was in the year 1437. The principle of technical drawings or flock lined up on the sheet rolling, which will be displayed if, then "dibeber" (stretched), the replacement of the principle techniques tafsili images, one by one, meant to be more "alive" when displayed. (Ki Musa Al-Machfoed, link ages Religion and Culture, page 21). The principle of the technique the picture "an sich" has been improved as well. Shape = kitchen (Java) face (en phase) replaced with a sloping shape (en-profit) in accordance with Personality 'religion of Islam which forbids drawing an intangible human.

Although the anatomical shape of the image aesthetis puppet was wrong and ugly, but few people actually do not want to brave such Gatutkaca, handsome like Arjuna, like Wara Sumbadra beautiful, and agile as Heroine of the puppet characters Purwa it. Though shape and form parts of the puppet characters are not good at all in fact, the quotes can be said to be beautiful and not proportional.

Furthermore, the puppetry Purwa given the stories written by, which means to "aanschouwelijkmaken" truths of Islamic teachings. Such stories include the story of God Ruci, Petruk become Queen, Semar magic items, Pandu Bergola, mustaka Weni and so on. In fact what is called Amulet Kalimasada with all its efficacy and its miracle, who became principal mustaka Weni story that was obviously the creation of Islam. Amulet Kalimasada name was firmly and clearly reminds us of the teachings of Islam Pillars of Islam of the first, say two sentences Creed.

Related to that, a scholar poem about wayang as follows:

I see the puppet as an important lesson for people who like to increase in the science of nature.
Entertaining the heart, refresh yourself. You see it all disappear and ki puppeteer who will stay fixed.
( SOURCE: DRS. H. EFFENDI zarkasi, ISLAMIC ELEMENTS in the puppet-ALFA POWER JAKARTA )

WAYANG DI ZAMAN ISLAM  by Drs.H.Effendi Zarkasi
Wayang Beber
SELASA, 27 DESEMBER 2011 - DENMAS PRIYADI BLOG :  Apakah sebabnya pada zaman Demak terjadi perubahan yang begitu hebat dan luar biasa? Untuk ini marilah lihat pendapat  Dr. G.A.J. Hazeu yang telah diterjemahkan oleh R.M. Mangkudimejo.

Pada awalnya wayang dibuat dari kulit kerbau pada masa R.Patah yang bertahta tahun 1437 saka.  Pada waktu itu wayang masih berujud lukisan seperti bentuk manusia seperti apa yang terdapat pada relief candi Penataran.  Oleh karena hal itu ada kaitannya dengan hukum agama Islam, yaitu bertentangan dengan Syara’, sedangkan raja dan rakyat sangat menyukai wayang, maka para Wali merubah bentuk wayang dari lukisan “metok” (menghadap ke muka) menjadi miring. Sedangkan bagian badan terutama tangan menjadi panjang. Pada awalnya, sebelum memakai gambaran pahatan di dalam mata, telinga, dan lain-lain, hanya digambar saja, kemudian oleh Wali dilukis dengan pahatan.  Di situlah kalau orang mau tahu bahwa betapa pandainya para Wali.  Bahwa para Wali mempunyai peran yang sangat penting, Dr.P.H. Piqued berpendapat, bahwa: 

Penelitian oleh ahli-ahli Kejawen, maksud pertunjukan wayang Purwa itu sangat erat hubungannya dengan pola Islam terdahulu di Jawa. Dugaan bahwa pertunjukan sebagai pemain boneka-boneka terpisah itu sudah ada sejak dahulu kala kemudian diisi dengan mistik Islam adalah tidak benar. Orang tahu bahwa berita-berita Jawa mengenai para Wali penyebar Islam, mereka itulah yang memberikan peranan penting pada tujuan pertunjukan wayang dalam perwujudannya yang sekarang ini… (Dr.P.H. Piqued, Javaanse Voksvertoningen, hal 56).

Purwa R.M. Sajid mengatakan bahwa:
Oleh Sunan Giri kemudian dilengkapi lagi dengan hiasan-hiasan, seperti kelat bahu (hiasan pangkal lengan), gelang, “keroncong” (gelang kaki), anting telinga, “badong” (hiasan pada punggung), “jamang” (hiasan kepala), dan lain-lain. Sedang yang mengarang cerita wayang dan suluknya itu adalah Ratu Tunggal di Giri, tatkala mewakili di Istana Demak tahun 1478 Saka.

Dimulainya wayang dipahat bergaris-garis gambir (garis-garis halus pada rambut misalnya) itu pada tahun 1477 Saka atas perintah R. Trenggana yang bergelar Kanjeng Sultan Sah Ngalam Akbar III di Demak.

Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya yang pada masa mudanya dikenal dengan nama Joko Tingkir raja Pajang, wayang dipahat gayaman (terlepas), tetapi tangan masih tersambung denan badan.  Artinya belum dipisahkan dari badan yang disambung dengan tali seperti apa yang kita lihat pada bentuk wayang sekarang.
Adapun yang menambah dengan wayang kera (wanara) adalah Sunan Giri.  Sedangkan yang menambah ricikan (kuda, gajah, prajurit rampak, dan lain-lain) adalah Sunan Bonang.
Raden Patah menciptakan kayon (gunungan) yang ditancapkan di tengah gelanggang kelir disaat awal pertunjukan, tengah, dan akhir pertunjukan. (Sri Mulyono, Wayang: asal-usul, filsafat dan masa depannya, hal 84 – 89)

Wayang ditatah secara lebih halus lagi adalah pada masa pemerintahan Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo Mataram tahun 1541. Mulai dipisahkannya tangan dari tubuh wayang (yang kemudian diikat dengan tubuh agar memudahkan gerak tangan) juga pada zaman Mataram.

Mulai diadakannya raksasa Cakil tahun 1552 Saka dan ini ditunjukkan oleh Candra Sengkala Memet (gambar yang dapat menunjukkan arti tahun) yaitu “Tangan Jaksa Tinata Jalma” tahun 1552 Saka.
Adapun diciptakannya “Batara Guru”  menurut Dr. Piqued bahwa, Wayang Batara Guru dengan memegang “Cis”, mempunyai arti dibuat pada sangkalan memet tahun 1485 Saka (Cegamaning naga kinarseng Dewa) atau 1563 Masehi.

Sunan Kudus sendiri dengan nama Widyaka sebagai dalang pertama yang memainkan Wayang Kulit.  Sunan Kalijaga juga demikian, yaitu tahun 1443 Saka, Gemi dadi Gucining jaga = 1521 Masehi. (Dr. T.H. Piqued, Javaanse Volksvertoningen, halaman 56.)
 
Mengenai peralihan bentuk wayang Beber ke wayang kulit pada zaman kerajaan Demak dalam buku “Pertalian Agama dan Kebudayaan”  diuraikan sebagai berikut:
“Menurut buku Kaweruh asalipun ringgit” karangan R.M. Mangkudimejo abdi dalem kraton Yogya, wayang Beber itu diperbaiki teknik segala-galanya oleh Demak ialah dalam tahun 1437 sangkala.  Prinsip tehnik gambar berbondong atau berjejer di atas lembaran bergulung, yang bila akan dipertunjukkan, lalu “dibeber” (dibentangkan), digantinya dengan prinsip tehnik gambar tafsili, satu demi satu, maksudnya agar lebih “hidup” bila dipertontonkan. (Ki Musa Al-Machfoed, Pertalian Agama dan Kebudayaan, halaman 21).  Prinsip tehnik gambarannya “an sich” pun diperbaiki pula.  Ujud = dapur(Jawa) menghadap (en fase) digantinya dengan ujud miring (en profit) sesuai dengan Syara’ agama Islam yang melarang menggambar yang berujud manusia.  

Walaupun anatomis aesthetis ujud orang dalam gambar wayang itu salah dan jelek, namun orang malah tak sedikit yang ingin gagah seperti Gatutkaca, tampan seperti Arjuna, cantik seperti Wara Sumbadra, dan lincah seperti Srikandi dari tokoh-tokoh wayang Purwa itu.  Padahal ujud dan bentuk bagian-bagian dari tokoh-tokoh wayang tersebut sama sekali tidak bagus malahan, dalam tanda kutip bisa dikatakan tidak indah dan tidak proporsional.

Selanjutnya, kepada pedalangan wayang Purwa diberikan cerita-cerita karangan, yang maksudnya untuk aanschouwelijkmaken” kebenaran-kebenaran ajaran Islam.  Cerita-cerita demikian itu antara lain kisah Dewa Ruci, Petruk jadi Ratu, Semar barang jantur, Pandu Bergola, Mustaka Weni dan sebagainya.  Malah apa yang dinamakan Jimat Kalimasada dengan segala keampuhan dan kesaktiannya, yang jadi pokok cerita Mustaka Weni itu pun jelas sekali adalah ciptaan Islam.  Nama Jimat Kalimasada sudah tegas dan jelas mengingatkan kita pada ajaran Islam Rukun Islam yang pertama, mengucap dua Kalimat Syahadat. Berkait dengan itu, syair seorang ulama tentang wayang seperti berikut :

Aku lihat wayang sebagai pelajaran yang penting sekali adalah bagi orang yang gemar meningkat dalam ilmu hakekat.
Menghibur kalbu, menyegarkan diri. Kau lihat semuanya lenyap dan ki Dalang saja yang akan tinggal tetap.  
 ( SUMBER: DRS. H.EFFENDI ZARKASI, UNSUR ISLAM DALAM PEWAYANGAN-ALFA DAYA JAKARTA )











1 komentar:

  1. @ Although the anatomical shape of the image aesthetis puppet was wrong and ugly, but few people actually do not want to brave such Gatutkaca, handsome like Arjuna, like Wara Sumbadra beautiful, and agile as Heroine of the puppet characters Purwa it. Though shape and form parts of the puppet characters are not good at all in fact, the quotes can be said to be beautiful and not proportional.

    BalasHapus