Rabu, 12 Februari 2020

ARJUNA DALAM EPOS MAHABHARATA 3 By Sri Guritno-Purnomo

Blog Ki Slamet 42 : "Wayang Islami"
Kamis, 13 Febuari 2020 - 11.01 WIB

D.    ARJUNA MENDAPAT AJI PANGELMUNAN
Image "Raden Arjuna" (Foto: Google)
 
Ki Slamet 42

Setelah keturunan darah kuru (Pandhawa dan Kurawa) menamatkan pendidikannya di padepokan Sokalima, mereka kembali menghabiskan masa mudanya di negara Astina. Konon, keberadaan para Pandhawa ini sangat membuat kekhawatiran para Kurawa. Hal ini karena para Pandhuputra itu telah tumbuh menjadi kesatria-kesatria yang pandai dan mumpuni, sehingga dikhawatirkan akan menjadi penghalang besar bagi para Kurawa dalam melaksanakan niatnya untuk tetap mempertahankan negara Astina, yang sekarang ini di bawah kekuasaan ayah para Kurawa (Destarastra). Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk mencelakakan para Pandhawa dengan berbagai cara.
Dalam lakon Bale Sigala-gala misalnya, lakon ini menceritakan usaha para Kurawa untuk membunuh para Pandhawa beserta ibunya (Dewi Kunthi) dalam suatu perjamuan agung. Namun berkat nasehat Widura, mereka dapat menyelamatkan diri melalui lubang yang dibuat oleh Kanana (abdi Widura). Setelah dapat menyelamatkan diri, mereka lalu menyeberangi sungai Gangga, mengembara keluar masuk hutan tanpa tujuan.
Dalam pengembaraannya itu, mereka didatangi oleh Maharsi Wiyasa. Setelah Dewi Kunthi dan putra-putranya memberi penghormatan kepada orang tua itu, sang Maharsi lalu berkata,
 “Hai para cucuku, bebentengnya para kesatria darah bharata! Sebenarnya saya sudah mengetahui bahwa keadaan yang kini sedang kamu alami karena perbuatan Duryudana. Pesan saya kepada kalian, semua perjalanan hidup yang kini kamu alami, sekali-kali jangan sampai menjadikan kecil hati kalian. Ketahuilah! Semua peristiwa yang sudah kalian alami dan yang bakal kalian alammi itu nantinya merrupakan jalan menuju kemuliaan. Oleh sebab itu,, apa saja yang bakal kalian alami selanjutnya terimalah dengan tulus ikhlas, jangan mengeluh. Selain itu, saya sarankan kalian semua pergilah ke Ekacakra. Mudah-mudahan kalian di sana dapat memperoleh jalan menerima belas ksihan daeri dewa!”

Setelah berkata demikian, Maharsi Wiyasa lalu menghilang dari hadapan mereka. Konon, para Pandhawa dan Dewi Kunthi lalu pergi ke Ekacakra. Di sana, mereka menumpang di kediaman seorang brahmana yang pekerjaannya sebagai pembuat gerbah. Setelah lama di Ekacakra, maka atas anjuran kakeknya Maharsi Wiyasa, Dewi Kunthi dan para Pandhawa melanjutkan pengembaraannya ke negara Pancala untuk menambah pengalaman hidupnya. Ketika hari menjelang malam, saat mereka melakukan perjalanan ke negara Pancala, ketika perjalanan mereka baru sampai di tepi sungai Gangga, dan pada waktu itu Arjuna berjalan sendiri di muka dengan membara obor untuk menerangi jalan, agar jika ada binatang buas menyingkir. Tiba-tiba para Pandhawa dan Dewi Kunthi bertemu dengan raja raksasa duduk di atas di atas kereta, menghalangi perjalanan mereka. Raksasa itumerentangkan busur dengan panah siap di tali busurnya yang tampak sangat menyeramkan.
“Hai manusia! Apakah kalian sudah bosan hidup, berani-beraninya kalian melakukan perjalanan pada senja hari, saatnya para gandarwa dan raksasa bercengkerama bersuka ria? Manusia boleh melakukan perjalanan untuk menyelesaikan keperluannya selain di waktu senja. Jika ada manusia yang berjalan pada sore hari, ia pasti akan terkena “sambikala” (bencana), salah-salah bisa hilang nyawa”.
“Hai manusia yang berpiran kerdil! Jika kamu belum bosan hidup segeralah menyingkir dari tempat ini. Ketahuilah! Aku ini Maharaja Anggaraparna, raja raksasa yang sakti mandraguna. Oleh karena itu hutan ini pun bernama hutan Aggaraparna, sesuai dengan namaku. Hutan sepanjang sungai Gangga ini memang tempat tinggalku, dan menjadi wilayah kekuasaanku. Makanya namanya sama dengan namaku. Para dewa sekalipun tidak boleh seenaknya sendiri menginjak hutan ini, apallagi manusia. Oleh karena itu, jika kalian belum bosan hidup, cepat pergilah dari hadapanku.” Kata Anggaraparna dengan pongahnya.
Sikap pongah dan kata-katanya itu telah membuat membuat panas hati Arjuna sehingga seketika itu juga ia menjawab dengan suara yang keras,
“Hai kamu Anggaraparna! Ketahuilah, makanya saya berani menginjak hutan ini, tanpa peduli itu waktu, pagi, siang, sore atau malam hari, karena saya yakin dan percaya dengan kekuatan saya dan mampu melawan siapa saja yang berani merintangi perjalanan kami. Aku dan semua saudara-saudaraku ini sama sekali tiada takut dengan perkataanmu yang sombong itu”.
“Hai kamu raksasa busuk! Saya sudah tahu bahwa hulu sungai Gangga ini berada di puncak Himalaya, berjumlah tujuh yang pada akhirnya menyatu kembali. ketujuh sungai itu adalah sungai Gangga, Yamuna, Saraswat, Witastha, Sarayu, Gomati, dan Gandhaki. Barangsiapa yang dapat minum dari ketujuhsungai itu, semua dosa-dosanya akan terbebas”.
“Hai kamu, Anggaraparna, ketahuilah! Sungai yang suci ini ada di dalam kaswargannamanya Wetarani, sungai itu tidak boleh diseberangi oleh manusia yang mempunyai dosa. Saya mengetahui hal ini dari kakek saya, Maharsi Wiyasa”.
“Hai, kamu raksana dungu! Atas dasar apa kamu berani-beraninya melarang para Pandhawa menginjak hutan ini? walaupun saya dan saudara-saudara saya semua mandi di sungai Gangga sekalipun, kamu tidak berhak melarangnya. Kehendak hatiku, aku harus menyauk air kali Bhagirati ini, yang dapat menjadi saranan menebus dosa. Siapa saja yang ingin menghalang-halangi keinginanku untuk menyauk air sungai ini pasti saya lawan.” Jawab Arjuna.
Setelah Sang Gandarwaraja Anggaraparna mendengar jawaban Arjuna seperti itu, kekuatannya bagaikan dijajaki.  Untuk ituia segera merentangkan busu dan melepaskannya kepada para Pandhawa. Lepasnya panah dari tali busur Anggaraparna bagaikan jatuhnya hujan yang tiada henti-hentinya. Namun tidak ada satu panah pun yang dapat mengenai para Pandhawa karena berhasil ditangkis oleh Arjuna dengan baik.
“”Hai, Gandarwaraja! Ternyata panah-panah yang kamu lepaskan itu  tidak satu pun yang mengenai mengenaiku dan saudara-saudaraku. Sekarang rasakanlah balasanku, berhati-hatilah! Karena panah yang akan saya lepaskan ini bernama Bramastra, berasal  dari kadewatan tempatnya para dewata. Pada awalnya panah sakti ini berasal dari Sang Hyang Wrespati, gurunya Bathara Indra, ratunya para dewa. Sang Hyang Wrespati diberikan kepada Maharsi Bharadwaja, yang kemudian diberikan lagi kepada Maharsi Agniwesa. Dari Maharsi Agniwesa diberikan kepada guruku Resi Drona, dan akhirnya diberikan kepada saya.

Setelah sang Arjuna selesai berbicara, panah Brahmastra melesat dari busurnya bagaikan kilat dan mengenai kereta Gandarwaraja Anggaraparna. Kereta itu hancur lebur berantakan menjadi abu. Walau badan Anggaraparna tidak terkena tetapi karena saktinya panah tersebut, Anggaraparna terpental jauh dan pingsan.
Begitu mengetahui Anggaraparna jatuh pingsan, sang Arjuna segera memburunya danmelaraknya di hadapan saudara-saudarnya. Istri sang Anggaraparna yaitu Gandarwi Kumbinasi, setelah mengetahui suaminya dilarak oleh sang Arjuna, segera menghadap Yudhistira seraya berkata,
“Aduh tuan yang mulia! Mohon belas kasih paduka, sudilah kiranya memberi maaf kepada suami hamba, jangan sampai suami hamba dibunuh. Jika paduka tidak mengabulkan permintaan hamba, bunuhlah kami bersama-sama!”
“Wahai tuan yang mulia! Hamba menghadap paduka ini untuk memohon belas kasih paduka, sudilah kiranya melepaskan suami hamba. Seberapa besar kesalahan suami hamba hamba mohon paduka berkenan memberi maaf.”

Sang Yudhistira yang bersifat penyabar, pemurah, dan pemaaf, begitu  mendengar permintaan Gandarwi Kumbinasi, hatinya merasa iba dan sangat kasihan kepada raseksi tersebut. oleh karena itu, ia lalu berkata kepada adiknya Arjuna,
“Dinda Arjuna! Pria yang sudah kalah perang dan sudah tak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan lagi, istrinya wajib melindunginya agar suaminya dapat hidup dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Untuk itu musuhmu yang sudah tidak berdaya itu lepaskanlah.”

Setelah mendapat perintah Yudhistira, Arjuna lalu melepaskan Gandarwaraja sambil berkata,
“Hai Anggaraparna, ketahuilah! Oleh karena perintah saudara tuaku maka kamu saya maafkan dan tidak akan saya bunuh.”
“Oleh karena hamba sudah paduka kalahkan, maka hamba tidak akan menggunakan nama Anggaraparna lagi. Hamba akan menggunakan nama Cetrarata, yang artinya kereta yang serba bersinar.” Jawab Anggaraparna lalu melanjutkan kata-katanya,
 “Duh sang Arjuna! Jika paduka berkenan, hamba akan memberi “wejangan” pelajaran ilmu gaib Aji Pangelmunan, yaitu mantera yang menyebabkan manusia bisa menghilang yang umumnya hanya dimiliki oleh para gandarwa. Aji Pangelmunan yang akan hamba persembahkan kepada paduka ini namanya Aji Caksuci. Aji ini berasal dari Bathara Manu, diwejangkan kepada Bathara Soma. Dari Bathara Soma diwejangkan kepada Bathara Wiswawasu, kemudian diwejangkan kepada hamba.”
“Duhai Arjuna, mustikanya kesatria pemberani, ketahuilah! Manusia akan dapat memiliki aji pangelmunan Cakasuci, jika ia mampu melakukan “tapa brata” bersemedi yang sangat berat. Tapa berdiri dengan satu kaki, sedangkan kaki yang satunya digantung. Lamanya hingga enam bulan. Namun, aji pangelmunan yang akan hamba persembahkan ini tanpa persyaratan apapun . selain itu hamba juga akan mempersembahkan Turangga kepada paduka sesaudara. Turangga ini asanya dari kahyangan para gandarwa yang larinya sangat cepat dan selalu dapat membuat gembira yang menaiki, karena dapat sampai di mana saja sesuai dengan kehendak yang menaiki.”
“Aduh, sang Gandarwaraja! Apabila pemberian turanggamu itu untuk membalas jasaku karena telah memaafka dan melepaskanmu dari kematian, saya tidak mau menerimanya karena memberi pertolongan kepada orang lain itu memang sudah menjadi dharmanya seorang kesatria.” Demikian kata Arjuna kepada Gandarwaraja. Akan tetapi Gadarwaraja tetap berkata kepada Arjuna,
“Wahai harimaunya kesatria darah Bharata! Agar persembahan hamba tidak bertentangan dengan dharmanya kesatria dan tidak menyebabkan hutang-piutang, maka berilah saya senjata paduka yang sakti untuk menukar turangga yang akan hamba persembahkan kepada paduka sesaudara.” Jawab Gandarwaraja.
“”Gandarwaraja! Turangga pemberianmu akan saya terima dengan senang hati. sebagai gantinya senjata yang saya pegang ini akan saya serahkan kepadamu. Harapanku, mudah-mudahan kamu akan tetap menjadi mitraku yang karib untuk selama-lamanya.”  Demikian jawab Arjuna dengan penuh rasa persahabatan yang tulus.
“Sungguh mulia hati paduka, tetapi sayang paduka sekeluarga tidak disertai oleh brahmana sebagai penunjuk jalan agar para kesatria tidak keleru dalam melangkah dan selalu menjunjung tinggi dharmanya. Hal tersebut  sebagai penunjuk jalan dan guru yang tak lepas dari budi dan kebijakan dan yang memahami isi kitab Weda dan Prana.” Demikian pesan Gandarwaraja kepada Arjuna dan saudara-saudaranya. Sejenak kemudian Gandarwaraja melanjutkan melanjutkan kata-katanya,
“Ketahuilah Raden! Tidak jauh dari hutan ini ada sebuah padepokan Utacaka. Padepokan tersebut ditempati oleh Maharsi Domya, adiknya Resi Dewala. Hamba sangat setuju jika paduka sesaudara memanfaatkan Maharsi Domya sebagai penunjuk jalan.”  Demikian saran Gandarwaraja.

Sang Arjuna sangat gembira mendengar ucapan Gandarwaraja, sehingga  segera ia pun memberikan senjatanya sebagai penukar dengan turangga yang akan dipersembahkan kepada para Pandhawa. Selanjutnya Arjuna berkata,
“Oh, pembesarnya para gandarwa! Jika demikian Turangga persembahanmu itu jangan diberikan sekarang. Kelak, apabila ada keperluan akan saya minta. Sekarang izinkanlah kami melanjutkan perjalanan, semoga di lain waktu kita dapat bertemu lagi”.

Setelah sang Arjuna berkata demikian, Dewi Kunthi dan para Pandhawa segera memohon diri untuk melanjutkan perjalanannya untuk mencari padepokan Utacaka milik Maharsi Domya. Tidak lama kemudian para Pandhawa pun sampai di padepokan Utacaka. Di sana mereka diterima dengan senang hati oleh Maharsi Domya. Setelah sang Maharsi memberi anugerah doa dan mantra kepada para Pandhawa, Dewi Kunthi dan para Pandhawa segera mohon diri untuk melanjutkan perjalanannya ke Negara Pancala dengan diantar oleh Maharsi Domya.

—KSP 42—
Kamis, 13 Februari 2020 – 06.24 WIB

R E F E R E N S I :
Sri Guritno – Purnomo Soimun HP,
KARAKTER TOKOH PEWAYANGAN MAHABARATA
Proyek Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat Tradisi dan Kepercayaan
Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya
Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata
Jakarta 2002


1 komentar:

  1. Casinon casino, roulette casino and welcome bonus - drmcd
    Casinon Casino Online Games, roulette casino and welcome bonus. 토토 사이트 코드 The Casinon 제주 출장마사지 Casino Online is an 춘천 출장샵 amazing gambling 시흥 출장마사지 destination 강릉 출장샵 in the

    BalasHapus