Jumat, 03 Januari 2020

HIKAYAT PURASARA 2 : Nikmah Sunardjo, dkk

Blog Ki Slamet 42 : Wayang Islami
Sabtu, 04 Januari 2020-08.23 WIB

Image "Purasara" (Foto:Google)

B. RINGKASAN ISI CERITA

Sangyang Tunggal ingin menurunkan seorang manusia untuk memerintah di dunia. Setelah ia memuja siang dan malam selama sembilan puluh tahun, maka terciptalah seorang laki-laki yang tampan dan lembut sikapnya. Ciptaannya itu dinamai Sangkara dan diberi seorang sebagai istrinya, yaitu Dewi Asmayawati, lalu mereka turun kedunia. Setelah Sangyang Tunggal menyerahkan kayangan kepada Sangyang Punggung (Batara Guru), lalu ia menyamar sebagai Lurah Semar. Mereka turun ke dunia dan mendirikan kerajaan Suktadirja.
Lurah Semar mencipta Garubug dan Petruk sebagai anak-anaknya untuk membantu melayani Sangkara dan istrinya. Sangkara mempunyai tiga anak laki-laki yang bernam Sentanu, Purusara, dan Sambirawa. Ketiga putranya ini diajari ilmu perang oleh ayahnya sehingga mereka sangat terkenal keberaniannya dan menaklukkan beberanapa negeri.
Sentanu dan Purusara mempunyai kesukaan berkelana dan menaklukkan negara-negara lain. Mereka ditemani oleh ketiga panakawannya yang setia itu. Suatu hari keduanya pergi berkelana dan kembali dengan membawa seorang putri yang cantik bernama Putri Sriwati. Dewi Asmayawati sangat senang melihat putri itu dan ingin mengawinkannya dengan salah seorang anaknya. Oleh karena Purusara belum ingin beristri, maka Putri Sriwati dikawinkan dengan Sentanu.
Bagawan Sangkara merasa sudah saatnya harus kembali kekayangan, lalu menyerahkan kerajaannya kepada kedua putranya. Purusara yang suka berkelana dan bertapa itu tidak setuju kerajaannya dibagi dua karena ia belum mau menjadi raja. Kerajaan diserahkan kepada Sentanu, sementara Purusara pergi bertapa di Gunung Parasu yang merupakantempat pertapaan para batara.
Sangyang Punggung tidak suka Purusara bertapa digunung Parasu karena hal itu merupakan pertapaannya dan Sangyang Punggung takut kalau Purusara dapat mengalahkan kesaktiannya. Oleh karena itu Batara Guru menyuruh empat orang batara untuk menghalangi maksud Purusara. Keempat batara itu menjelma menjadi raksasa dan mengganggu perjalanan mereka. Namun, raksasa itu dapat dikalahkan oleh Purusara dan panakawannya. Setelah raksasa itu dapat dikalahkan, mereka menghilang lalu kembali ke kayangan dan mengadukan hal itu kepada Batara Guru (Sangyang Punggung). Sangyang Punggung menyuruh empat orang batara yang lain untuk menghalagi Purusara bertapa di gunung itu. Keempat batara itu menjelma sebagai empat ekor binatang yang buas dan menghadang mereka, tetapi semuanya dapat dikalahkan oleh Purusara dan panakawannya sehingg Purusara dapat mencapai puncak gunung itu. Sesampai di puncak gunung itu, Purusara berpesan kepada panakawannya agar jangan membangunkan dirinya sebelum sampai waktunya. Mereka hanya disuruh menjenguknya Setiap tiga bulan sekali. Setelah berpesan demikian, Purusara mulai bertapa di atas sebuah batu putih. Sedangkan panakawannya membuat gubuk dan berkebun buah-buahan dan sayur-mayur.
Sepeninggal Purusara bertapa, Sentanu dan istrinya memiliki seorang putra bernama Raden Perbatasari. Setelah dewasa, Raden Perbatasari ingin bertemu dengan pamannya yang bernama Purusara. Ia memohon kepada orang tuanya untuk pergi mencari pamannya, tetapi dicegah oleh ayahnya. Purusara yang sedang bertapa itu tidak ingat lagi akan dirinya karena badannya sudah dikelilngi akar tumbuh-tumbuhan dan tertutup oleh daun-daunan sehingga dari badannya mengeluarkan cahaya yang terus-menerus menuju kayangan. Oleh karena Purusara kuat bertapanya, kayangan menjadi guncang dan para bidadari banyak yang sakit. Sangyang Punggung menyuruh bidadari menggoda tapa Purusara, tetapi  tidak berhasil. Demikian pula Batara Narada terpaksa urun dan membangunkannya, juga tidak berhasil.
Sepasang burung emprit bertelur di atas kepala Purusara karena disangkanya bukan kepala orang karena tidak bergerak-gerak. Burung itu bertelur sebanyak delapan belas butir dan menetas semuanya. Setiap hari induk burung itu pergi mencari makan untuk anaknya sehingga anak-anak burung itu ramai mencicit apabila melihat induknya membawa makanan. Akibatnya Purusara terbangun akibatnya Purusara terbangun karena mendengar suara anak-anak burung itu dan ia menjadi marah lalu menyumpahi burung itu agar tidak memperoleh anak yang banyak. Sampai sekarang burung emprit itu hanya dapat bertelur dan menetas menjadi anak sebanyak tujuh ekor saja. sebenarnya Purusara terbangun dari tapanya karena Lurah Semar menggigit jempolnya karena merasa khawatir dengan keadaan tubuh tuannya. Setelah terbangun dari tapanya, Purusara memanggil panakawannya dan mengajaknya pergi melanjutkan pengembaraannya kembali.

 Jumat, 03 Januari 2020 – 07.44 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Lido – Bogor

Pustaka
Nikmah Sunardjo, dkk
“Hikayat Wayang Arjuna dan Purusara
Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar