Blog Ki Slamet 42 : Wayang Islami
Sabtu, 04 Januari 2020-08.23 WIB
Sabtu, 04 Januari 2020-08.23 WIB
B. RINGKASAN ISI
CERITA
Sangyang Tunggal ingin menurunkan seorang
manusia untuk memerintah di dunia. Setelah ia memuja siang dan malam selama
sembilan puluh tahun, maka terciptalah seorang laki-laki yang tampan dan lembut
sikapnya. Ciptaannya itu dinamai Sangkara dan diberi seorang sebagai istrinya,
yaitu Dewi Asmayawati, lalu mereka turun kedunia. Setelah Sangyang Tunggal
menyerahkan kayangan kepada Sangyang Punggung (Batara Guru), lalu ia menyamar
sebagai Lurah Semar. Mereka turun ke dunia dan mendirikan kerajaan Suktadirja.
Lurah Semar mencipta Garubug dan Petruk
sebagai anak-anaknya untuk membantu melayani Sangkara dan istrinya. Sangkara
mempunyai tiga anak laki-laki yang bernam Sentanu, Purusara, dan Sambirawa.
Ketiga putranya ini diajari ilmu perang oleh ayahnya sehingga mereka sangat
terkenal keberaniannya dan menaklukkan beberanapa negeri.
Sentanu dan Purusara mempunyai kesukaan
berkelana dan menaklukkan negara-negara lain. Mereka ditemani oleh ketiga
panakawannya yang setia itu. Suatu hari keduanya pergi berkelana dan kembali
dengan membawa seorang putri yang cantik bernama Putri Sriwati. Dewi Asmayawati
sangat senang melihat putri itu dan ingin mengawinkannya dengan salah seorang
anaknya. Oleh karena Purusara belum ingin beristri, maka Putri Sriwati
dikawinkan dengan Sentanu.
Bagawan Sangkara merasa sudah saatnya harus
kembali kekayangan, lalu menyerahkan kerajaannya kepada kedua putranya.
Purusara yang suka berkelana dan bertapa itu tidak setuju kerajaannya dibagi
dua karena ia belum mau menjadi raja. Kerajaan diserahkan kepada Sentanu,
sementara Purusara pergi bertapa di Gunung Parasu yang merupakantempat
pertapaan para batara.
Sangyang Punggung tidak suka Purusara
bertapa digunung Parasu karena hal itu merupakan pertapaannya dan Sangyang
Punggung takut kalau Purusara dapat mengalahkan kesaktiannya. Oleh karena itu
Batara Guru menyuruh empat orang batara untuk menghalangi maksud Purusara.
Keempat batara itu menjelma menjadi raksasa dan mengganggu perjalanan mereka.
Namun, raksasa itu dapat dikalahkan oleh Purusara dan panakawannya. Setelah
raksasa itu dapat dikalahkan, mereka menghilang lalu kembali ke kayangan dan
mengadukan hal itu kepada Batara Guru (Sangyang Punggung). Sangyang Punggung
menyuruh empat orang batara yang lain untuk menghalagi Purusara bertapa di
gunung itu. Keempat batara itu menjelma sebagai empat ekor binatang yang buas
dan menghadang mereka, tetapi semuanya dapat dikalahkan oleh Purusara dan
panakawannya sehingg Purusara dapat mencapai puncak gunung itu. Sesampai di
puncak gunung itu, Purusara berpesan kepada panakawannya agar jangan
membangunkan dirinya sebelum sampai waktunya. Mereka hanya disuruh menjenguknya
Setiap tiga bulan sekali. Setelah berpesan demikian, Purusara mulai bertapa di
atas sebuah batu putih. Sedangkan panakawannya membuat gubuk dan berkebun
buah-buahan dan sayur-mayur.
Sepeninggal Purusara bertapa, Sentanu dan
istrinya memiliki seorang putra bernama Raden Perbatasari. Setelah dewasa,
Raden Perbatasari ingin bertemu dengan pamannya yang bernama Purusara. Ia
memohon kepada orang tuanya untuk pergi mencari pamannya, tetapi dicegah oleh
ayahnya. Purusara yang sedang bertapa itu tidak ingat lagi akan dirinya karena
badannya sudah dikelilngi akar tumbuh-tumbuhan dan tertutup oleh daun-daunan
sehingga dari badannya mengeluarkan cahaya yang terus-menerus menuju kayangan.
Oleh karena Purusara kuat bertapanya, kayangan menjadi guncang dan para
bidadari banyak yang sakit. Sangyang Punggung menyuruh bidadari menggoda tapa
Purusara, tetapi tidak berhasil.
Demikian pula Batara Narada terpaksa urun dan membangunkannya, juga tidak
berhasil.
Sepasang burung emprit bertelur di atas
kepala Purusara karena disangkanya bukan kepala orang karena tidak
bergerak-gerak. Burung itu bertelur sebanyak delapan belas butir dan menetas
semuanya. Setiap hari induk burung itu pergi mencari makan untuk anaknya
sehingga anak-anak burung itu ramai mencicit apabila melihat induknya membawa
makanan. Akibatnya Purusara terbangun akibatnya Purusara terbangun karena
mendengar suara anak-anak burung itu dan ia menjadi marah lalu menyumpahi
burung itu agar tidak memperoleh anak yang banyak. Sampai sekarang burung
emprit itu hanya dapat bertelur dan menetas menjadi anak sebanyak tujuh ekor
saja. sebenarnya Purusara terbangun dari tapanya karena Lurah Semar menggigit
jempolnya karena merasa khawatir dengan keadaan tubuh tuannya. Setelah
terbangun dari tapanya, Purusara memanggil panakawannya dan mengajaknya pergi
melanjutkan pengembaraannya kembali.
Jumat,
03 Januari 2020 – 07.44 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Lido – Bogor
Pustaka
Nikmah
Sunardjo, dkk
“Hikayat
Wayang Arjuna dan Purusara
Pusat
Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar