Blog Ki Slamet 42: Wayang Islami
Senin,13 Januari 2020 - 05.21 WIB
Senin,13 Januari 2020 - 05.21 WIB
D. Transliterasi
Naskah Hikayat Purasara
Diceritakan oleh
oleh pengarang. Tatkala di dalam kayangan yang menjadi awal cerita lelakon,
yaitu Sangyang Tunggal akan mencipta seorang laki-laki yang akan diturunkan ke
dalam alam dunia untuk menduduki kerajaan di dunia. Maka siang dan malam
Sangyang Tunggal membaca mantera tiada henti kira-kira sembilan puluh tahun
lamanya. Maka muncullah mega yang mengeluarkan
cahaya yang bersinar-sinar dalam kayangan hingga sekalian batara yang menghuni
alam kayangan menjadi heran tercengang.
Sehilangnya cahaya
muncullah seorang muda-belia, yang bersikap lemah lembut kelakuannya. Sangyang
Tunggal terlalu amat suka cita hatinya, ia pun segera menghampirinya. Laki-laki
itu pun sujud menyembah. Maka berkatalah Sang Tunggal,
“Sekarang, marilah ikut aku ke singgahsanaku!” Laki-laki itu lalu
mengikutlah bersama-sama. Setelah sampai lalu didudukkannya di atas sebuah
kursi. Maka sekalian batara-batara pun heran tercengang melihat laki-laki itu amat
bagus. Masing-masing mengunjunginya. Berkatalah Sangyang Tunggal,
“Hai orang muda, sekarang aku hendak menurunkan kamu ke
dunia supaya menjadi panjang lelakon. Dan sekarang aku beri nama kamu, Sangkara.
Dan kamu bawalah seorang widadari dari kayangan ini Dewi Asmayawati, dia yang akan
menjadi istrimu.”
Ketika mendengar
ucapan Sangyang Tunggal, Sangkara menundukkan kepalanya, dan betapa amat
gembiranya. Sangyang Tunggal terlalu sukacita hatinya dan terlalu amat kasihnya
tiada terkira-kira timbullah pikirannya,
“Baiklah, aku pun akan turun ke dunia bersama-sama
supaya akan memeliharakan anak cucunya dan anak buahnya dan keturunannya supaya
jadi santosa karena jikalau aku turunkan yang lain, niscaya menjadi
kemaslahatan. Jikalau demikian, aku akan menyamar sebagai Lurah Semar.
Setelah berpikir
demikian, maka kata Sangyang Tunggal,
“Hai Sangkara, sekarang apakah bicaramu?” Seraya menyembah, berkata Sangkara,
“Maulah hamba bersama-sama turun ke dunia, tetapi
hendaknya ditemani Dewi Asmayawati supaya hamba betah.” Demi mendengar ucapan Sangkara, berkata
Sangyang Tunggal,
“Tak usah berpikir susah-susah dan selempang, nanti aku
akan sertakan Lurah Semar sebagai panakawan dan Dewi Asmayawati untuk
menemanimu.” Sangyang Tunggal pun
memanggil Dewi Asmayawati yang seketika itu juga datang seraya menyembah.
Berkata Sangyang Tunggal,
“Hai Dewi Asmayawati, sekarang ikutlah kamu pada suamimu
turun ke dunia.” Maka
keduanya pun turunlah ke dunia sebagai dua sejoli suami istri.
Alkisah Sangyang
Tunggal yang berada di kayangan berpikir,
“ Jika demikian, kerajaan kayangan ini sebaiknya aku
serahkan kepada Sangyang Punggung, Batara Guru, karena dialah yang patut
dijadikan Raja Kayangan.” Maka
dipanggilnyalah Batara Guru yang tak seberapa lama kemudian Sangyang Punggung
Batara Guru pun datang menemui lalu memnyembah Sangyang Tunggal. Sangyang
Tunggal menerima sembah sujud Batara Guru seraya berpesan,
“Dinda Batara Guru, sekarang kamu gantikanlah aku, dan
aku serahkan Kerajaan Kayangan ini pengelolaannya kepadamu karena aku akan
menjalani lelakon yang tentu akan menjadi panjang ceritanya.”
Setelah menyerahkan
hak penguasaan pengelolaan pemerintahan Kerajaan Kayang kepada Sangyang
Punggung atau Batara Guru, Sangyang Tunggal pun beralih rupa lalu gaiblah yang
dalam waktu sekejap sampailah ia di hadapan Sangkara. Dilihatnya Sangkara serta
Dewi Asmayawati sedang berjalan dengan perasaan bingung karena hatinya merasa
heran melihat dunia yang luas dan apa yang yang telah dikatakan oleh Sangyang
Tunggal tentang panakawan yang bernama
Semar pun belum ada. Maka dengan perasaan masgul.
Ketika Sangkara
melihat seorang kakek tua yang entah dari mana datangnya itu, yang bertubuh
hitam dan bergigi satu ia berpikir mungkin orang tua itulah yang bernama Lurah
Semar Kudapawana. Maka segera Sangkara pun menghampiri dan menegur orang tua
itu,
“Wahai orang tua, darimanakah asalmu, dan bagaimana bia
bapak bisa berada di tempat ini?” Mendengar pertanyaan Sangkara, orang tua itu
menyembah seraya berkata,
“Ya Tuanku, akulah yang bernama Lurah Semar yang
diperintah oleh Sangyang Tunggal menjadi panakawan untuk mengikuti Tuan di
dunia!” Demi
mendengar penuturan orang tua itu yang tak lain adalah Lurah Semar panakawannya
betapalah sukacita hati Sangkara dan Dewi Asmayawati. Maka mereka bertiga pun
melanjutkan perjalanannya.
B e r s a m b u n g
—KSP 42—
Senin, 13 Januari 2020 – 05.17 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Lido – Bogor
P u s t a k a :
Nikmah
Sunardjo, dkk
“Hikayat
Wayang Arjuna dan Purusara
Pusat
Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta 2010