Ki Slamet 42 Blog: "Wayang Islami"
Minggu, 24 November 2019 - 13.18 WIB
Minggu, 24 November 2019 - 13.18 WIB
Disebabkan karena menyadur kakawin
Bharata-Yudha menjadi Serat Braratayuda Jarwa, R. Ng. Jasadipura telah mengenal
sejumlah banyak nama susunan tentara yang dipakai oleh keluarga Pandawa dan
Kurawa, cerita Menak dalam bahasa Jawa baru itu ditambah dengan bagian-bagian
yang berbentuk serangan secara frontal dan tahu bagaimana caranya menjebak
musuh yang menurut cerita itu dilancarkan oleh pasukan-pasukan yang bersembunyi
dan siasat ini sangat populer di antara rakyat biasa dengan istilah ‘baris
pendem’. Contoh-contoh lain
dapat diambil dari ‘Babad Ganti’ yang
mengisahkan perjuangan Mangkubumi yang
dikemudian hari bergelar Hamenku Buwana I
melawan Belanda. Kecuali disebutkan dalam Babad Ganti sendiri,
bahwa Pangeran Mangku Bumi itu seorang ahli
siasat perang, kitab-kitab yang ditulis oleh orang-orang Belanda juga
mengakui, bahwa Pangeran Mangku Bumi itu sungguh-sungguh seorang “strateeg”,
seperti yang ditunjukkan dalam pertempuran yang terjadi di tepi sungai
Bogowonto.
Contoh-contoh tentang keahlian bangsa
Indonesia untuk berperang dapat ditambahkan lagi dengan mengambil tokoh ‘Pangeran Diponegoro’ yang
menggoncangkan kedudukan Pemerintah kolonial Belanda. Apabila pada waktu dikejar oleh tentara
Belanda Pangeran diponegoro itu dapat menyelamatkan diri dengan jalan
menceburkan diri ke dalam sungai Progo yang sedang tinggi airnya, tetapi dapat
memilih bagian yang dangkal, sedangkan tentara Belanda masuk ke dalam sungai
ini di bagian-bagian yang dalam, sehingga terpaksa berenang dengan kuda-kudanya
sehingga tidak dapat mengejar kuda yang
dinaiki oleh Pangeran Diponegoro, ini disebabkan karena Pangeran Diponegoro
mengenal setiap jengkal tanah yang dipergunakan sebagai ajang bertempur melawan
Belanda. Kemenangan ini juga disebabkan
karena pasukan-pasukan Pangeran Diponegoro disuruh menyusun barisan pendem dan
dapat menghalau serangan tentara Belanda yang mengejar Pangeran Diponegoro.
Bahwa bangsa Indonesia telah mengenal
siasat perang yang juga dimiliki oleh negara-negara besar hal ini telah telah
dibuktikan ketika Sultan Agung bersama
tentaranya menyerang benteng kota mengepung Batavia tahun 1628 dengan menggali
parit-parit untuk mendekati obyek yang akan direbut dan hal tersebut tentunya
telah mengejutkan para serdadu kompeni Belanda.
Berita lainnya yang menunjukkan, bahwa bangsa Indonesia pada abad 17
telah mempunyai organisasi ketentaraan yang disusun rapih dengan tujuan
memudahkan pelaksanaan siasat perang disebutkan oleh Dr. De Helen, seorang
utusan Belanda yang mengunjungi Karta, ibukota Mataram pada zaman Sultan
Agung. Dikatakan, bahwa apabila ‘gong’ yang ada di empat penjuru di kota
‘Karta’ dipukul, dalam waktu
setengah hari dapat dikumpulkan sebanyak 200.000 orang.
Dari berita-berita itu cukuplah
terbukti, bahwa rakyat Indonesia pada waktu lampau memang telah mengenal ilmu
siasat perang. Hanya saja tidak
diketemukan kitab-kitan yang menguraikan ilmu ini secara metodis dan
sistematis. Seperti telah dikatakan di
atas, seandainya dapat diketemukan berita-beritanya, berita-berita itu ada
terselip dalam kitab kesusasteraan Indonesia kuno. Salah satu buah kesusasteraan Indonesia kuno
yang sedikit agak metodis membicarakan siasat perang frontal yang disebut
‘wyuha’, ialah kitab ‘Kakawin Bharata-Yuddha’.
Menurut
kesusteraan India kuno, kitab ‘Arthasastra karya Kauttilya’ menyebutkan
beberapa macam wyuha, antara lain ialah :
1.
Ddanddda wyuha, susunan tentara
seperti bentuk alat pemukul,
2.
Bhoga wyuha, susunan tentara
seperti ular,
3.
Mannddala wyuha, susunan tentara
seperti bentuk lingkaran,
4.
Asamhata wyuha, susunan tentara
yang bagian-bagiannya terpisah-pisah,
5.
Pradara wyuha, susunan tentara
penggempur musuh,
6.
Ddrddhaka wyuha, susunan tentara
dengan sayap dan lambung tertarik ke belakang,
7.
Asahya wyuha, susunan tentara
yang tak bisa ditembus,
8.
Garudda wyuha, susunan tentara
seperti burung garuda,
9.
Sanjaya wyuha, susunan tentara
untuk mencapai kemenangan dan berbentuk busur,
10.
Wijaya wyuha, susunan tentara
menyerupai busur dengan bagian busur depan yang menjorok ke muka,
11.
Sthulakarna wyuha, bentuk susunan
tentara yang menyerupai telinga besar (karna sthula),
12.
Wiҫalawijaya wyǔha, bentuk
susunan tentara yang disebut kemenangan mutlak; susunannya sama dengan
sthulakarnna, hanya saja bagian depan disusun dua kali lebih kuat dari
sthulakarnna wyuha’
13.
Camǔmukha wyǔha, bentuk susunan tentara dengan bentuk 2
sayap yang saling berhadapan muka dengan musuh (dalam bahasa sansekerta, camǔ
berarti satu kesatuan perang),
14.
Jhashãsya wyǔha, bentuk susunan
tentara seperti camǔmuka, hanya saja
sayapnya ditarik ke belakang (jhashãsya berarti muka ikan),
15.
Sǔimukha wyǔha, bentuk susunan
tentara yang berujung (muka (mukha) seperti jarum (sǔci)
16.
walaya wyǔha, susunan tentara
seperti Sǔimukha wyǔha, hanya
ajabarisannya terdiri 2 lapisan,
17.
ajaya wyǔha, susunan tentara yang
tidak terkalahkan,
18.
sarpasari wyǔha, susunan tentara
seperti ular (sarpa) yang bergerak (sari),)
19.
gomǔtrika wyǔha, susunan tentara
yang berbentuk arah terbuangnya air kencing (mǔtrika) sapi (go),
20.
syandana wyǔha, susunan tentara
yang menyerupai kereta (syandana),
21.
godha wyǔha, susunan tentara yang
menyerupai buaya (godha),
22.
wâripatantaka wyǔha, susunan
tentara sama seperti syandana wyǔha, hanya semua pasukan terdiri dari barisan
gajah, kuda dan kereta perang,
23.
Sarwatomukha wyǔha, susunan
tentara yang berbentuk lingkaran, sehingga pengertian sayap, lambung dan bagian
depan tidak ada lagi; sarwato dari kata sarwata yang berarti seluruh, sedangkan
mukha berarti arah,
24.
Sarwatabhadra wyǔha, susunan
tentara yang serba (sarwata) menguntungkan (bhadra),
25.
Ashttanika wyǔha, susunan tentara
yang terdiri dari 8 divisi ( assatt atau assashttanika berarti delapan)
26.
Wajra wyǔha, susunan tentara
menyerupai petir (wajra) dan terdiri dari 5 divisi yang disusun terpisah-pisah
satu dari yang lain,
27.
Udyâ wyǔha, susunan tentara
menyerupai taman (udyânaka) yang juga disebut kâkapadi wyǔha, artinya susunan
yang berbentuk kaki (padi berarti berkaki) burung kaka-tua (kâka) dengan
ketentuan bahwa susunan tentara ini terdiri 4 divisi,
28.
Ardhacandrika wyǔha, susunan
tentara yang berbentuk bulan sabit, juga disebut ardhacandra wyǔha ; ditentukan
bahwa susunan tentara ini berdasarkan atas 3 divisi,
29.
Karkâttakaҫrênggi wyǔha, susunan
tentara yang berbentukkepala (ҫrêngga) udang (karkâttaka),
30.
Artisa wyǔha, susunan tentara
yang serba menang (arista) dengan susunan garis depan yang ditempati oleh
barisan kereta perang, barisan gajah, sedang barisan kuda menempati garis
belakang,
31.
Acala wyǔha, susunan tentara yang
tidak bergerak, ialah suatu susunan tentara dengan menempatkan barisan infanteri, barisan gajah,
barisan kuda dan barisan kereta perang satu di belakang yang lain,
32.
Ҫyena wyǔha, susunan tentara sama
dengan garudda eyǔha,
33.
Apratihata wyǔha, susunan tentara
yang tidak dapat dilawan (pratihata berarti melawan sedangkan ‘a’ berarti
tidak) dengan ketentuan bahwa barisan gajah, barisan kuda, barisan kereta
perang dan barisan infanteri ditempatkan satu di belakang yang lain,
34.
Capa wyǔha, susunan tentara yang
berbentuk busur
35.
Madhya capa wyǔha, susunan
tentara yang berbentuk busur dengan inti kekuatan dibagian tengah.
Sebaliknya, di
dalam kitab Kamandaka, salah satu kitab dari kesusateraan Jawa kuno
disebutkan 8 macam wyǔha, ialah :
1.
Garudda wyǔha (atau byuha), susunan tentara yang berbentuk
garuda,
2.
Singha wyǔha, susunan tentara
yang berbentuk singa,
3.
Makara wyǔha, susunan tentara yang berbentuk makara (udang)
4.
Cakra wyǔha, susunan tentara yang
berbentuk cakram,
5.
Padma wyǔha, susunan tentara yang
berbentuk bunga seroja,
6.
Wukir sagara wyǔha, susunan
tentara yang berbentuk bukit dan samudera,
7.
Ardhanacandra wyǔha, susunan tentara yang berbentuk bulan
sabit,
8.
Wajratikshnna wyǔha, susunan tentara yang berbentuk wajra
atau petir yang tajam.
Di
dalam kakawin Bhârata-Yudha disebutkan 10 macam wyǔha, ialah :
1.
Wukir sagara wyǔha (terdapat
dalam transkripsi kakawin bharata-Yudha Pupuh (X dan XL 2)
2.
Wajratikshnna (Pupuh X 11)
3.
Kagapati wyǔha (Pupuh XII 6)
4.
Gajendramatta atau gajamatta
wyǔha (Pupuh XIII 13)
5.
Cakra wyǔha (Pupuh XIII 22 dan XV
21)
6.
Makara wyǔha ( XIII
24 dan XXVII 2 )
7.
Sǔcimukha wyǔha dalam Pupuh
XV 21)
8.
Padma wyǔha
(Dalam Pupuh XV 22)
9.
Ardhanacandra wyǔha (Dalam Pupuh XXVI 5)
10.
Kânanja wyǔha (Dalam Pupuh XL 2)
Ketika
perang besar antara keluarga Kurawa dan Padawa dimulai, tentara Kurawa
mengambil susunan tentara wukir sagara.
Raja-raja takluk, kerajaan Hastina yang berkendaraan gajah dan kuda
merupakan karang laut yang serba kokoh dan kuat, sedangkan serangan prajurit
yang bergelombang itu merupakan gelombang samudera yang tiadak ada
henti-hentinya. Susunan tentara ini
memerlukan memerlukan sejumlah prajurit yang banyak, bertempur dalam massa yang
besar dan memiliki dinamika dan daya tempur yang tinggi, hal tersebut
sebagaimana diceritakan dalam Pupuh X
17, yang menyatakan bahwa satu kereta perang diperkuat oleh 10 ekor
gajah, sedangkan masing-masing gajah diperkuat oleh 10 ekor kuda dan seekor
kuda diperkuat oleh 10 orang prajurit.
Massa yang banyak dengan kuda dan gajah itu menjadi bukit yang
kokoh.
Sebaliknya dalam
permulaan perang ini menurut Pupuh X, 11 keluarga Pandawa mengambil susunan
tentara yang disebut ‘wajratikshnna wyǔha’, artinya petir yang tajam. Bima, Arjuna dan Srikandi merupakan ujung
petir yang tajam, sedangkan putera-putera Wirata, Uttara dan Sangka,
bersama-sama Setyaki serta Drestajumena memimpin pertahanan di belakang. Yudhistira bersama-sama dengan raja lainnya,
— tentunya yang dimaksud ialah Kresna, Nakula dan Sadewa bersama-sama dengan
Sweta —, dalam Pupuh X 11 itu dikatakan
ada di barisan tengah. Susunan tentara
yang disebutkan dalam kakawin Bharata-Yudha ini berbeda dengan apa yang disebutkan
dalam serat Bratayuda Jarwa yang dipergunakan oleh J. Kats sebagai bahan
penulisan bukunya.
Berikut adalah beberapa
contoh susunan tentara dalam perang Bharata-Yudha antara Pandawa melawan Kurawa
:
Gambar A. Wajratiksnna Wyǔha dan Wukir
Sagara Wyǔha
Keterangan
gambar A. :
Keluarga Pandawa
menggunakan siasat perang ‘Wajratiksnna
wyuha’ dengan susunan tentara sebagai berikut :
1.
Bhima (ujung depan).
2.
Srikandi (ujung depan).
3.
Arjuna (ujung depan).
4.
Yudhistira (tengah).
5.
Kresna (tengah).
6.
Sweta (garis belakang).
7.
Sangka (garis belakang).
8.
Uttara (garis belang).
9.
Setyaki (garis belakang).
10.
Drestajumena (garis belakang
sayap kanan.
I.
Sedangkan dari barisan Kurawa
terdiri dari gajah dan kuda yang menyerupai karang laut (bukit). yang kompak,
sedangkan,
II. Terdiri dari pasukan darat yang secara bergelombang
menuju ke depan.
Dari kedua
susunan tentara yang dimiliki oleh keluarga Pandawa dan Kurawa itu dapat
diketahui, bahwa kedua-duanya memiliki tenaga ofensif yang kuat. Dalam kaitan ini dapat dikatakan, bahwa dalam
kitab Bhismaparwa yang berbahasa Jawa kuno itu, susunan tentara keluarga
Pandawa itu berlainan dengan apa yang disebutkan dalam kakawin Bhârata-Yudha. Kecuali nama wyǔhanya tidaklah
disebutkan. Jika ditinjau dari sudut
akulturasi Mpu Sêddah yang menciptakan kakawin ini mempunyai daya cipta sendiri
dan tidak menjiplak begitu saja yang disebutkan dalam kitab Mahabhârata dalam
bahasa Jawa kuno (saduran dari kitab Mahâbhârata dalam bahasa Sangsekerta) yang
dijadikan dasar penyusunan cerita kakawin Bhârata-Yuddha tersebut.
Seperti
diketahui, dalam permulaan perang itu barisan Pandawa menderita kekalahan
besar, ialah dengan terbunuhnya Sweta yang menjadi panglima dan dua orang
adiknya Sangka dan Uttara, sedangkan di pihak Kurawa adalah Rukmaratha anak
dari raja Salya. Oleh karena dengan
adanya susunan tentara ‘wajratikshnna’ itu keluarga Pandawa menderita
kekalahan. Menurut Pupuh XII 5-7
dikatakan, bahwa setelah Drestajumena diangkat menjadi panglima, susunan
tentara Pandawa diganti menjadi ‘Garuda wyǔha dan menurut Pupuh XII 8 diimbangi
oleh tentara Kurawa. Susunan tentara
kedua pihak itu lebih tenang sifatnya, karena titik beratnya terlrtak pada
aspek defensif, setelah terbukti bahwa dengan susunan tentara yang
masing-masing berbentuk wukir sagara dan wajratikshnna itu yang bersifat
ofensif keduannya menderita kekalahan dan kerugian besar.
BERSAMBUNG!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar