Blog Ki Slamet 42 : Wyang Islami
Jumat, 10 Juni 2016 - 06:22 WIB
Jumat, 10 Juni 2016 - 06:22 WIB
Begawan Dorna |
GUGURNYA SANG PANDITA DORNA
Karya :
Ki Samet 42
Alkisah
begawan Dorna jadi panglima perang Kurawa
Di
dalam perang Baratayuda Amarta melawan Astina
Nampak gagah
perkasa Dorna berdiri di atas kereta
Dengan
senjata panah sakti yang hias di punggungnya
Meski
banyak dihujani panah berbagai macam senjata
Tapi,
tiada satupun juga senjata yang bisa melukainya
Melihat
keadaan ini Sri Kresna khawatir tiada terkira
Sebab
dia tahu tak satupun bisa kalahkan sang Dorna
Kecuali
jika putera terkasihnya Aswatama telah tiada
Sri
Kresna pun bersiasat, perintahkan kepada Arjuna
Agar
berikan kabar berita pada Sang Pandita Dorna
Bahwasannya
sang putera Aswatama itu telah perlaya
Timbul
rasa sungkan dan enggan di dalam hati Arjuna
‘Tuk
laksanakan strategi siasat dusta dari
Sri Kresna
Sebab
Pandita Dorna adalah guru yang dihormatinya
Yang
ajarkan padanya kecekatan memanah tiada tara
Yudistira
saudara tertuannya juga berpendapat sama
Bagus
mati daripada beri kabar bohong pada gurunya
Sementara
Pandita Dorna makin dahsyat tandangnya
Rentangkan
tali busur lepaskan panah-panah saktinya
Banyaklah
prajurit Pandawa yang gugur di medan laga
Tewas
seketika tertembus panah sang Pandita Dorna
Lihat
pasukan Pandawa banyak yang meregang nyawa
Bima
melompat ke muka turun dari kereta perangnya
Bima berkata, bahwa dia sepakat perintah Sri
Kresna
Maka
Bima majulah ke depan hadang gajah Aswatama
Kendaraan
perang yang dikendalikan oleh raja Malawa
Dipukullah gajah dan penunggangnya itu dengan gada
Sehingga
Raja Malawa serta gajah bernama Aswatama
remuk
badannya dan hancur kepalanya tewas seketika
Bima
pun segera sampaikan kabar berita kepada Dorna
Bahwasannya
Aswatama sudahlah tewas di medan laga
Mendengar
kabar putera terkasihnya ‘lah gugur perlaya
Betapa
terpukul sekali jiwanya, dia teramatlah berduka
Seketika
itu dia jatuh pingsan di atas kereta perangnya
Tapi
sebentar kemudian kembali temukan kesadarannya
Sang
Pandita Dorna yang mumpuni
sakti dan digjaya
Masih
belum percaya atas berita yang disampaikan Bima
Bahwa
puteranya terkasih Aswatama gugur di kurusetra
Dia
bertanya pada Yudistira yang di sepanjang hidupnya
Dikenal
orang yang penyabar dan tiada pernah berdusta
“Yudistira,
apakah benar puteraku, Aswatama perlaya?”
Dengan
sedikit ragu dan lidah kelu menjawab Yudistira,
“Ya
guru, Aswatama memang telah tewas di
kuru setra,
Akan
tetapi....” Belumlah selesai Yudistira berkata-kata,
Sang
guru, Pandita Dorna menjadi lemah tiada
berdaya
Dia tak lagi miliki semangat hidup, pingsan lagi
di kereta
Di tempat
duduknya yang berhias manikam
indah rupa
Para
resi dan para dewa bersoraklah riuh riang gembira
Dari
angkasa raya mereka semua taburkan bunga-bunga
Seraya
berucap kata, “Kemenanganlah untuk
Arjuna!”
Pada
kesempatan itu, Drestajumena binasakan
Dorna
Dengan
penggal kepala sang panglima perang Kurawa
Hingga
kepala pandita Dorna terpisahlah dari badannya
Melihat
perlakuan sadis yang dilakukan
Drestajumena
Yudistira,
putera Dewa Darma pun berucap kata-kata,
“Kau
bererdosa Drestajumena bunuh seorang Pandita!”
Tetapi
Drestajumena tak pedulikan kata-kata Yudistira
Ia
bahkan melempar-lempar kepala sang Pandita Dorna
Ke atas ke bawah berulang-ulang dengan perasan
suka
Melihat
ulah Drestajumena itu raja Kurupati Suyudana
Alangkah
sangat murka, dia berteriak sekeras-kerasnya
Hatinya dicekam rasa ngeri dan amarah melihat kepala
Pamannya
Pandita Dorna dilempar ditendang bagai bola
Tapi
Drestajumena tak peduli dengan amarah Suyudana
Dia
bahkan melempar kepala itu sampai kenai muka raja
Sementara
itu para prajurit tentara pasukan Pandawa
Semakin
bersemangat daya tempurnya dengan tewasnya
Panglima
perang kurawa, Sang begawan Pandita Dorna
Mereka
teruslah berjuang menyerbu dengan dahsyatnya
Menyerang
cara bergelombang seluruh pasukan Kurawa
Hingga
banyaklah prajurit Kurawa yang meregang nyawa
Tiadalah
terhitung jumlahnya korban dari pihak Kurawa
Yang
tewas terbunuh di medan pertempuran Kurusetra
Mayat-mayat
bergelimpangan, berserakan di mana-mana
Salinglah
bertumpukan tertindih bangkai gajah dan kuda
Pendeta
Krepa, Arya Sangkuni,
dan sang Prabu Salya
Melarikan
diri dari medan tempur sertai Raja Suyudana
Di
saat mereka larikan diri, datang
Aswatama bertanya,
Kenapakah mereka bisa melarikan diri dari medan laga ?
Pendeta
Krepa menjawab, bahwa Dorna telah
perlaya
Tewas
mengenaskan kepalanya dipenggal Drestajumena
Saat jatuh terduduk, pingsan di atas kereta perangnya
Dan
kepalanya dilemparkan ke arah muka Raja Suyudana
Maka
betapalah murka sang Aswatama anak Kumbayana
Dia
bersumpah ‘tuk balas dendam kepada
Drestajumena
Yang
telah sadis membunuh ayahnya sang Pandita Dorna
Dengan
memenggal kepala kemudian melempar-lemparnya
Kepala
ayahnya yang sangat dihormatinya itu begitu rupa,
“Kau
lihatlah ini, aku akan membunuhmu Drestajumena!”
Dengan
mengandalkan senjatanya panah keramat Narayana
Aswatama
mengamuk dahsyat tiada yang bisa mencegahnya
Dia
terus bersumpah serapah kasar cari-cari Drestajumena
“Huah...
Drestajumena pengecut! Dimanakah kau berada?”
“Dan,
aku akan pastikan segera memenggal
kepalamu juga,
Seperti
yang kau lakukan kepada ayahku, Pandita Dorna !”
Maka
setelah berkata demikian melesatlah panah Narayana
Menyapu
bersih para prajurit Pandawa yang tewas seketika
Mati
terbakar oleh api keramat dari panah sakti Aswatama
Hal
ini membuat semua prajurit Pandawa yang masih tersisa
Menjadi
kecut dirasuki perasaan takut yang tiada terhingga
Semangat
juang makin lemah sebab rekannya banyak
binasa
Dalam
situasi seperti ini, Yudistira perintahkan pada Arjuna
Agar
bersama-sama para prajurit pasukan yang
di pimpinnya
Maju
ke garis depan untuk mengatasi tandangnya Aswatama
Namun
Arjuna tak miliki semangat karena kematian gurunya
Dia dirudung
duka nestapa dan penyesalan yang
tiada tara
Rasa
bersalah kepada gurunya membuat ia lupa jiwa kesatria
Pikirnya, pastilah orang akan menyalahkannya, dan berkata :
“Ia telah berdosa membunuh seorang guru yang
dihormatinya,
Itu
sungguh memalukan karena Arjuna murid terkasih Dorna,
Semua
negara tentulah akan mencibirnya,
dan menghinanya
Dengan
mengatakan, ia sangat tidaklah jujur kepada gurunya,
“Lebih
baik saya ini pergi mencari tempat di hutan rimba saja”.
Sikap
Arjuna seperti itu teramat membuat kecewa Bima Sena
Sang
Bima pun berkatalah kepada adiknya, si
Janaka Arjuna:
“Arjuna,
jika kau bersikap demikian mengingkari jiwa kesatria!
Ya, kau berdamailah dengan Aswatama, dan biarlah
aku saja
Yang
akan bunuh Aswatama yang dengan panah Narayananya
Sudah membunuh ribuan prajurit kita di medan
kurusetra”.
Demikianlah
kata-kata Bima Sena kepada adiknya R. Arjuna
Sementara
itu, di tempat lain Setyaki ngejek Drestajumena:
“Ha,
ha, ha, Drestajumena kau akan membunuh
Aswatama
Silahkanlah
berbuat sesukamu, aku Cuma bisalah tertawa”.
Drestajumena,
putera Raja Drupada jadi berang tiada kira,
Rentang
busur panah ke arah Setyaki yang bersenjata gada
Peristiwa
ini telah buat Bima turun dari kereta perangnya
Dengan
Segera ia rangkul Setyaki yang diikuti oleh Nakula
Lalu
keduanya berkata kepada Setyaki dan Drestajumena
Bahwa
apabila keduanya masih saling olok bertengkar saja
Maka
kemungkinan besar mereka ‘kan saling beradu nyawa
Maka
mereka pun ditenangkan oleh Kresna dan
Yudistira
Setelah
Setyaki dan Drestajumena berdamai bagai semula
Maka
keduanya pun majulah bersama-sama ke medan laga
Untuk
atasi amuk Aswatama, putera sang pendeta Dorna
Yang
membabi buta kobari api dari panah sakti
Narayana
Hingga
banyak prajurit Pandawa mati terbakar api dahana
Mereka meregang nyawa gugur di medan laga Kurusetra
Maka Kresna
pun perintahkan kepada pasukan Pandawa
Agar
mereka semuanya masing-masing ke luar dari kereta
Mereka
pun dengan cepat melakukan perintah Sri Kresna
Hanya
Bima sajalah yang berada di dalam kereta perangnya
Dengan
demikianitu maka panah-panah api sang Aswatama
Yang
tak terhitung jumlahnya semua menuju ke
arah Bima
Pada
saat itulah panah sakti Arjuna yang bernama Baruna
Melesat
pesat cepat laksana kilat dari tangan sang Arjuna
Putera
Dewa Indra yang kecakapan memanahnya tiada dua
Maka
tertolonglah Bima dari tajam panasnya api Narayana
Sedang
panah sakti keramat Narayana hilanglah gaib sirna
Hal
ini menjadikan bertambahnya keberangan Aswatama
Dia
pun keluarkan panah sakti lainnya bernama Tejomaya
Yang
kesaktiannya panah itu jumlahnya bisa berlipat ganda
Maka
Aswatama rentangkan tali busur dan anak panahnya
Tejomaya
mendesing melesat cepat jadi ratusan jumlahnya
Menuju
ke arah Bima dan semua prajurit pasukan Pandawa
Yang masih belum sadari bahaya yang mengancam
jiwanya
Kresna
dan Arjuna cepatlah menarik tubuh sang Bima Sena
Lalu
melompat dari atas kereta berdiri di atas tanah segera
Ketika
saksikan panah-panahnya disapu bersih panah Arjuna
Semakin
memuncaklah kemarahan Aswatama, putera Dorna
Dia
pun keluarkan senjata handal sakti panah pamungkasnya
Yang
dapat keluarkan api sebesar gunung yang menyala-nyala
Sang putera Dewa Indra, Arjuna pun keluarkan senjatanya
Ialah
Brahmastra, panah sakti penghancur
berbagai senjata
Panah pamungkas, Aswatama yang dahsyat berkobar
apinya
Semuanya
disapu bersih dihancurkan oleh panah Brahmastra
Melihat kegagalan ini
timbul rasa malu pada diri
Aswatama
Ia
pun secara diam-diam melarikan diri sembunyi di belantara
Di
hutan belantara ini, Ia berdiam di tempat suci Wagiswara
Sementara
itu, keadaan prajurit pasukan Kurawa di
Astina
Sepeninggalnya
alami kekalahan besar oleh prajurit Pandawa
Pasukannya
menjadi lemah dan lumpuh tiada lagi punya daya
Setelah sang
Begawan, sang Pandita Dorna,
gugur perlaya
Sungguh
Kerajaan Astina menjadi seperti tiada punya nyawa
Minggu, 28 Febuari 2016 – 12:42 WIB
Ki Slamet 42 Di Pangarakan, Bogor
Dursasana Gugur |
“MATINYA
DURSASANA”
Karya : Ki Slamet 42
Sang
Dursasana melompat dengan waspada
Genggamlah panah besar sakti bernama bhalla
Panah sakti
bhalla melesat cepat ke angkasa
Pancarkan kobaran api mengarah tubuh Bima
Hingga Bima putera Bayu pun jatuh terkesima
Tapi Bima cepat sadar dengan keadaan dirinya
Dia pun segera bangkit berdiri dengan perkasa
Kobaran api
bhalla tiada bisa bakar tubuhnya
Dengan tandang sebat balas serang Dursasana
Terjadilah perang tanding di antara keduanya
Keduanya nampaklah garang, saling menyerang
Saling bersiasat,
bahkan gunakan cara curang
Bima kembali serang Dursasana dengan garang
Tiada orang
bisa menghalang Bima bertandang
Hingga bumi jadi terasa bergoyang berguncang
Kepada Dursasana,
Bima bersesorah gancang
Suaranya keras laksana suara guntur di awang
Buat Dursasana jantungnya berdetak kencang
Timbul rasa kecut,
takut pikirannya melayang
Namun ia
berupaya agar hatinya tetap tenang
“Wuakh... kau
Dursasana, manusia licik curang
Yang pintarnya cumalah
mengganggu istri orang
Beraninya kau
melawanku tetapi, terus terang
Aku senang bisa
cepat buat nyawamu melayang
Dan, minum
darahmu dengan perasaan senang”
Bima cepat melompat dari gajah yang ditunggang
Hampiri Dursasana
yang telah waspada memang
Dengan gerak Bima yang dengan ganas menyerang
Maka, Dursasana
cepat hindari serangan garang
Bima
yang tak alang kepalang dengan balik serang
Dursasana
pun melempar tombaknya ke arah Bima
Seraya
berkata dengan kata ejekan yang menghina:
“Ha, ha, ha, ha ... kau kah itu Bima, si Werkudara
Bukankah kau ini budakku yang telah minggat lama
Dulu hampir saja aku jamah itu istrimu yang jalang”
Bima
menangkap tombak yang dilempar Dursasana
Lalu
dipatahkannya tombak itu hingga menjadi dua
Melihat
itu Dursasana berlari ngacir kecut hatinya
Bima tangkap Dursasana dengan jambak rambutnya
Dijambak Bima, Dursasana sama sekali tak berdaya
Dursasana cuma bisa pukul kiri, pukul kanan saja
Menendang dengan kakinya tanpa bisa kenai Bima
Seketika itu Bima injak muka dan badan Dursasana
Sehingga tubuhnya memar, bengkak-bengkak semua
Dursasana membalas, tapi Bima terus menginjaknya
Ketika itu Sangkuni dan Suyudana majulah ke muka
Dengan sengit mereka menyerang menggempur Bima
Tetapi Bima, dapatlah
dengan mudah mengatasinya
Bahkan
Bima menghadapinya sambil tertawa-tawa
Sementara Arjuna, Nakula, Sadewa membantu Bima
Tanpa hiraukan keadaan sekelilingnya Bima berkata:
“Wahai semua,
khususnya dewa yang jelma di dunia!
Lihatlah aku,
Bima yang akan segera penuhi janjinya
Di tengah-tengah
medan pertempuran ini, bahwa
Aku akan menghirup, meminum darah Dursasana!”
“Dan, ini hari
terakhir Drupadi menggerai rambutnya
Rasakan akibat perbuatan
jahatmu, wahai Dursasana
yang tidak
sopan telah membuat malu Dewi Drupadi
Percuma kau berupaya lepas dengan meronta-ronta
Meski kau berupaya bangkit lagi
kau tak akan bisa!
Setelah
berkata demikian, Bima meringkus Dursasana
Cengkeram
perutnya lalu dengan kuku pancanakanya
Robek
perut dada Dursasana hingga robek menganga
Lalu Bima
pun menghirup meminum darah Dursasana
Yang muncratlah dari luka robek di perut dan dada
Maka
Dursasana tewas regang nyawa di tangan Bima
Ketika minum darah Dursasana, Bima tarik ususnya
Hingga terburai ke luar dari dalam perut Dursasana
Perilaku Bima
lampiasan dendam kepada Dursasana
Yang telah membuat malu Dewi Drupadi begitu tega
Kp. Pangaran,
Bogor
Sabtu, 16 April
2016 – 13:10 WIB
Patih Sangkuni |
“MATINYA
SANGKUNI”
Karya : Ki Slamet 42
Tersebutlah kisah dalam perang
bharatayudha
Prabu Salya mati perlaya di medan
kuru setra
Yang membuat rasa gentar semua
pasukannya
Dalam menghadapi pasukan kuat
Pandawalima
Mereka dikejar-kejar nampak bubar
cerai-berai
Melihat keadaan itu, Suyudana pun
kecut hati
Namun jiwa kesatrianya ajak dia untuk berani
Maka dia pun tempur lagi dengan
gagah berani
Di medan tempur itu Suyudana amok
babi buta
Bersama pasukan dan saudaranya para
kurawa
Berbalas menyerang melepaskan panah
saktinya
Yang membuat banyak prajurit Pandawa
binasa
Melihat keadaan ini, Arjuna tampillah ke muka
Untuk tangkis serangan panah-panah
Suyudana
Dengan panah saktinya pula bernama
Candanila
Yang bisa datangkan taufan besar
pemutar bala
Maka tersapubersihlah
panah-panah Suyudana
Tak satupun yang bisa sentuh
prajurit Pandawa
Tetapi pasukan Kurawa semakin
menjadi murka
Mereka terus menggempur sirna
ketakutannya
Akan tetapi, di sana ada Bhima dengan gadanya
Yang berputar kencang bergemuruhlah
suaranya
Gada Lohita banyak binasakan prajurit Kurawa
Dan hampir saja Suyudana pun tewas
dibuatnya
Sementara Sangkuni yang ada di dekat
Suyudana
Gemetar badannya ciut hati pucat
pasi wajahnya
Di saat Bhima menangkap menjambak
rambutnya
Dia merengek menangis minta ampun
pada Bhima
Tapi sang Sena Bhima tiada mau sama
sekali peduli
Dengan segala tingkah yang
diperlihatkan Sangkuni
Sebab dia tahu persis watak Sangkuni
yang pengiri
Jahat, banyaklah tipu muslihat,
licik dan pendengki
Maka Bhima Sena menghatam keras
tubuh Sangkuni
Dengan gada Lohita hingga Sangkuni seketika mati
Bhima menghirup darahnya dengan penuh rasa
benci
Mayatnya pun masih dipukuli dan digada
berkali-kali
Begitulah nasib tragis si sang raja
Gandara Sangkuni
Yang terkenal sangat ahli dalam
bertipu muslihat keji
Selalulah berbuat jahat dengan
memfitnah di sana-sini
Akhirnya mati mengenaskan karena
tingahnya sendiri
Bumi
Pangarakan, Bogor
Sabtu, 26
Desember 2015 – 2i:00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar