SuaraMerdeka.com | 10 Juni 2012 | 16:27 wib
WONOGIRI,
suaramerdeka.com - Wayang kulit kolaborasi, yang
dipadukan dengan wayang orang, tari-tarian, lawak, kesenian reog dan musik
campursari serta dangdut, dipatenkan sebagai karya seni Kanjeng Pangeran
Adipati Anom (KGPAA) Candra Kusuma Sura Agul-agul Begug Poernomosidi.
''Itu
sudah saya patenkan, dan menjadi sajian seni untuk masyarakat dalam dan luar
negeri,'' tegas Begug.
Penegasannya
ini, disampaikan Jumat (8/6) malam, ketika menyampaikan sambutan pada upacara
haul Pak Harto, yang dimeriahkan dengan pagelaran wayang kolaborasi. Acara
wayang kolaborasi semalam suntuk ini, dipentaskan di Monumen Ibu Tien Soeharto,
Jaten Kabupaten Karanganyar, kilometer 12 Solo-Karanganyar.
Malam
itu, digelar lakon Mbangun Candi Sapto Argo yang dimainkan lima dalang. Yakni,
Ki Widodo Wilis, Ki Eko Sunarsono, Mbah Bagong, Ki Sigit Endrat dan Ki
Bodronoyo Begug Poernomosidi. Pagelaran wayang kolaborasi ini, dipadukan dengan
sajian tari tradisional Jawa ''Bedaya Parang Kencana,'' fragmen wayang orang,
kesenian reog Ponorogo, lawak dan musik campursari. Dalam pagelaran tersebut,
tampil sebanyak 25 waranggana, termasuk pesindhen pria Prasetya.
Rumah
pendapa Monumen Ibu Tien Soeharto di Jaten Karanganyar, terasa sempit untuk
pagelaran wayang kolaborasi yang terkesan sebagai karya seni yang megah
tersebut. Mengawali pentas, keluarga Cendana yang diwakili Titik Hediati
Soeharto, berkenan menyerahkan tokoh wayang Semar Bodronoyo kepada KGPAA Candra
Kusuma Sura Agul-Agul Begug Poernomosidi.
Semar,
dikenal sebagai tokoh panakawan jelmaan dewa, yang juga memiliki sebutan Ki
Sampurnajati, yang legendaris dan kaya mitos. Usai tokoh wayang diserahkan,
para pengrawit langsung menyajikan nyanyian dari Sabang Sampai Merauke dengan
iringan instrumen gamelan. Syair lagu perjuangan karya R Sunaryo ini, yang
dibawakan bareng oleh paduan suara para waranggana. Baru kemudian disusul
dengan nyanyian agamis Slawatan, sebelum masuk ke sajian inti pagelaran wayang
kulit semalam suntuk.
Begug
yang mantan Bupati Wonogiri dua periode ini, mengatakan, kiat menciptakan wayang
kolaborasi menjadi tontonan dan sekaligus tuntunan serta tantangan,
adalah merupakan upaya agar wayang kulit yang telah diakui dunia, sebagai
budaya adiluhung bangsa Indonesia (setelah keris dan batik) ini, keberadaannya
tetap lestari.
''Dengan
memadukan kesenianan lain dalam sajian kolaborasi itu, tujuannya agar
masyarakat penontonnya tidak jenuh atau bosan. Sekaligus ini sebagai sentuhan
inovasi dalam penggarapan kesenian wayang,'' kata Begug. (Bambang Purnomo/CN27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar