Blog Ki Slamet 42 : "Wayang Islami"
Rabu, 17 April 2019 - 03:21 WIB
Rabu, 17 April 2019 - 03:21 WIB
“PESAN RELIGIUS KUPU-KUPU KECIL”
( Semar Kudapawana )
Karya: Ki Slamet 42
Ada
seekor kupu-kupu hitam mungil
terbang
berputar di sudut terpencil
di
ruangan tamu rumahku yang kecil
lalu
hinggap di hiasan wayang krucil
yang
kemarin sore barulah aku ambil
dari
galeri lukisan sahabatku si Acil
Tadinya
aku sama sekali tak tergoda
dengan
kupu-kupu yang ba’ menyapa
karena
aku asyik saksikan sepak bola
antara
kesebelasan Persija Indonesia
versus
kesebelasan PDRM Malaysia
score
akhir Persija berjaya satu-dua
Ketika
aku sedang makan kue Bugis
dan
minumlah seteguk air kopi manis
di
malam yang dingin rasa menggrigis
kupu-kupu
itu terbang menyilang iris
aku
berupaya menangkap tetapi kalis
kuulang
menangkapnya tetaplah kalis
Aku
mulai peduli dan bertanya-tanya
kenapa
kupu-kupu itu di depan mata
melayang
berputar hingga kali ketiga
hinggap
lagi di wayang krucil Pawana
matanya
lihat ke arahku ba’ bertanya
Siapa
itu tokoh Semar Kudapawana?
Sadari
aku pun beranjak dari bangku
segera ambil wayang Kudapawana itu
yang
bersandingan dengan foto diriku
sedang
kupu-kupu kecil keluar berlalu
kutatap
wajah Kudapawana yang lugu
berwarna
putih dan badan hitam dalu
Ya,
warna hitam dan putih dua warna
simbolnya
kehidupan alam marcapada
mengisi dalam romantika dan dinamika
ciptakan
harmoni kehidupan di dunia
di
alam kancahnya kehidupan manusia
hewan dan alam tumbuhan herbivora
Dalam
diri manusia ada akal dan budi
jika
mampu mengelola dengan terpuji
menjadilah
kita ini manusia yang sejati
insan
manusia yang penuh mawas diri
yang
perilakunya mengacu ajaran religi
tiadalah
mengumbar nafsu dan ambisi
Dan
tutur-katanya jadi penyejuk jiwa
satu
di dalam perilaku sikap dan kata
menjadi
tauladan dan bisa dipercaya
tetapi
yang banyak terjadi dan nyata
akal
dan budi berjalan semau-maunya
hanya
jadi kendaraan umbar angkara
Hilang,
lenyap, sirna kemanusiaannya
pun
bahkan hilang pula harga dirinya
manja
dengan nafsu syahwat durjana
ada
oknum guru mencabuli muridnya
bahkan
ada ayah tega gauli puterinya
sebab
tak mampu menahan birahinya
Banyaklah
ibu membunuh sang bayinya
karena
merasa malu hamil di luar nika
penegak
hukum pun kehilangan muka
tiada
malu lagi menjual almamaternya
para
pendawah kehilangan marwahnya
karena
kitab tak lagi jadilah acuannya
Para
politikus pun sirna kejuangannya
sebab
tujuannnya hanya kursi semata
perilaku
koruptifpun mentradisi kuat
setiap
instansi hampir semua terlibat
oknum
pejabatnya sikat uang rakyat
karena
terbebani nafsu kian berkarat
Saat rasa kantuk menyengat mataku
aku
tonton televisi sambil termangu
menatap
gambar yang suram kelabu
bergerak
tak jelas bagai lampu-lampu
diguyur
hujan deras yang bertumpu
dan
aku ingin masuk dalam kelambu
Daku
taruh Kudapawana ke dinding
posisi
sebelah kiri fotoku bersanding
dalam
kesadaran yang setengah eling
Kudapawana
berkata padaku nyaring
Memberi
nasehat agarlah selalu eling
Dalam
niti hidup di dunia yang mbeling:
“Cucu, jangan lupa pada ajaran agama
dalam bersikap dan berprilaku di dunia
bertaqwa kepada Allah Sang Pencipta
bersikaplah ramah kepada sesama insan
bersikaplah baik kepada semua khewan
bersikap ramah kepada alam lingkungan”
Bumi Pangarakan, Bogor
Rabu, 17 April 2019 03:23 WIB