Blog Ki Slamet 42: "Wayang Islami"
Senin, 17 Febuari 2020 - 05.50 WIB
|
Arjuna |
|
Pandhawa |
E.
ARJUNA
MENGIKUTI SAYEMBARA DI PANCALA
Tidaklah diceritakan perjalanan Dewi Kunthi
dan para Pendhawa, singkat cerita perjalanan mereka telah sampai di wilayah
negara Pancala. Di samping jalan Dewi Kunthi dan putra-putranya (Pandhawa)
sering bertemu dengan para Brahmana yang akan menyaksikan sayembara, yang
diselenggarakan oleh Prabu Drupada untuk mengawinkan anak perempuannya yang
bernama Dewi Kresna alias Dewi Drupadi.
Semakin dekat dengan ibukota Pancala. Mereka
semakin sering bertemu dengan para Brahma. Tiba-tiba, tanpa diketahui dari mana
asalnya. Sang Maharsi Wiyasa telah berdiri di hadapan Dewi Kunthi dan para
Pandhawa. Mereka segera bersujud di kaki sang Maharsi satu persatu. Ketika itu
Maharsi Wiyasa lalu berkata kepada para cucunya mengenai sayembara yang akan
diselenggarakan oleh Prabu Drupada. Selanjutnya Maharsi Wiyasa langsung
menghilang, sedang Dewi Kunthi dan para Pandhawa segera melanjutkan
perjalanannya kembali, bersama-sama dengan para brahmana menuju kota Pancala.
Di kota Pancala, para Pandhawa sangat kagum
melihat kekokohan benteng kota tersebut. setelah berputar-putar melihat
keindahan kota, Dewi Kunthi dan putra-putranya mencari penginapan. Akgirnya
mereka menumpang di rumah tukang pembuat gerabah yang bangunannya berdiding
gedhek, beratapkan genteng. Ketika itu para Pandhawa menyamar sebagai seorang
brahmana. Oleh karena ituselama mereka berada di negara Pancala tidak seorang
pun mengira jika kelima brahmana tersebut sebenarnya para Pandhawa.
Diceritakan, walaupun tidak diucapkan dengan
mulut, tetapi isi hati Prabu Drupada sebenarnya ingin mempunyai menantu sang
Arjuna. Untuk itu sang Prabu memerintahkan pegawai istana untuk membuat busur
yang sangat besar, harapannya agar dalam sayembara nanti tidak ada seorang pun
yang mampu mengangkatnya, kecuali Arjuna. Di samping itu, sang Prabu juga
memerintahkan membuat panggung. Di atas panggung itu terpasang sasaran yang
nantinya nantinya harus dipanah oleh para peserta sayembara. Setelah semuanya
siap, Prabu Drupada lalu mengumuman kepada khalayak ramaai yang isinya
demikian,
“Barang siapa mampu
merentangkan busur pusaka Pancala dan memanah sasaran di atas panggung, akan
dikawingkan dengan putrinya Dewi Drupadi”.
Tidak sampai berganti bulan berita itu telah
tersebar di berbagai negara. Pada hari pelaksanaan sayembara,banyaklah raja dan
rajaputra di kota Pancala sampai tak dapat dihitung, sebagian besar di antara mereka hendak mengikuti sayembara.
Selain itu banyak pula para brahmana yang ingin menyaksikan jalannya sayembara.
Para raja dan rajaputra yang hendak mengikuti sayembara duduknya dikelompokkan
menjadi satu. Demikian pula para brahmana yang ingin menyaksikan jalannya
sayembara, duduknya juga dikelompokkan menjadi satu. Para Pandhawa yang saat
itu juga sudah datang berkumpul menjadi satu kelompok dengan para brahmana.
Sementara itu Prabu Drupada dan
permaisurinya serta Rajaputri Dewi Drupadi duduk di panggung tempat upacara
dilaksanakan. Sang Rajaputra Drestadyumna yang konon dilahirkan dari api sesaji
dipercaya sang prabu untuk memimpin jalannya sayembara. Ketika itu, para raja
dan rajaputra duduknya berurutan menunggu mendapat giliran untuk merentangkan
busur untuk memanah sasaran yang telah ditentukan. Sudah banyak para raja dan
rajaputra yang mendapat giliran, tetapi belum ada satu pun yang berhasil,
bahkan merentangkan busurnya saja belum ada yang berhasil.
Kemudian tampil Karna, putra Dewa Matahari
yang diambil anak angkat oleh Adirata. Dengan mudahnya busur itu diangkatnya,
dan dengan mudah pula busur itu direntangkan. Ketika sedang mengarahkan anak
panah ke sasaran, tiba-tiba Dewi Drupadi berseru,
“Saya tidak mau
kawin dengan orang berasal dari kasta rendah”.
Mendengar seruan tersebut, Karna melempar
senyum ke arah datangnya suara. Dengan perlahan Karna meletakkan busur yang ada
di tangannya kemudian mundur secara diam-diam, tidak jadi mengikuti sayembara.
Berikutnya tampil Sisupala, seorang
bangsawan yang mencoba gilirannya. Namun, busur itu tidak dapat diangkatnya.
Demikian pula dengan Raja Jarasanda, Salya, dan Duryudana, mereka tidak mampu
mengangkat busur itu.
Tatkala seorang brahmana muda yang tak lain
adalah Arjuna tampil ke depan, ada sementara hadirin yang menatapnya dengan
rasa gembira, tetapi ada pula yang merasa cemburu. Sementara itu reaksi para
brahmana, begitu ada brahma muda yang tampil ke depan, pendapat mereka
berbeda-beda. Ada yang mencelanya, tetapi ada pula yang mendukungnya dan memuji
keberanian brahmana muda itu,
“Saudara-saudara
para brahmana! Mari kita renungkan, bagaimana pendapat saudara-saudara, jika
ada seorang brahmana muda yang sok berani mengikuti sayembara ini. brahmana itu
tidak pernah menggunakan senjata, dan tidak pernah berperang. Mustahil ia mampu
mengangkat busur yang sedemikian besarnya. Kalian semua melihatnya sendiri,
Prabu Salaya yang tampil menggunakan berbagai jenis senjata dan kesaktiannya
tidak diragukan lagi, tidak mampu merentangkan busur, pusaka Pancala. Apalagi
seorang brahmana, pasti hanya akan menjadi bahan tertawaan para raja dan
rajaputra yang hadir di sini. Oleh karena itu, sebelum terlanjur sebaiknya brahma
muda itu kita ingatkan!” Demikian kata salah satu brahma yang tak menyetujui jika
ada brahmana yang mengikuti sayembara itu. Akan tetapi ada pula kelompok brahmana
yang mendukung lalu berkata,
“Wahai para brahmana
yang terhormat! Kita tidak perlu merasa khawatir, tidak mungkin para raja dan
rajaputra akan mencerca dan menertawakan brahmada muda itu, karena mereka
sendiri juga tidak mampu mengangkt busur itu!”
Para brahmana yang duduknya tidak jauh dari Pandhawa mereka turut memberi dukungan
lalu berkata,
“Jangan khawatir,
brahmana muda itu kelihatannya sangat tenang, santun dan jarang bicara.
Perilakunya sangat sederhana, sangat beradab dan lengannya tampak sangat kuat,
bagaikan belalai gajah. Jadi menurut pendapat kami, dia memang sakti mandraguna
dan pantas jika mampu memenangkansayembara ini, ya biarkanlah brahmana muda itu
mengikuti sayembara!”
Tanpa menghiraukan pembicaraan pembicaraan
para brahmana, dengan langkah pasti brahmana muda itu berjalan mengitari busur
sambil berdoa kepada Yang Maha Pengasih. Kemudian menundukkan kepalanya,
memusatkan pikiran kepada Dewi Kresna. Dengan entengnya busur itu diangkatnya
dan dengan cekatan merentangkan tali busurnya yang telah terpasang lima anak
panah sekaligus.lepasnya kelima anak panah tersebut tepat mengenai sasaran yang
telah ditentukan, sehingga tepuk tangan dan sorak sorai para brahmana menggema
memecahkan kesunyian. Selanjutnya Drestdyumna menyatakan bahwa sayembara telah
dimenangkan oleh brahmana muda itu sehingga berhak mendapatkan Rajaputri
Drupadi.
Diceritakan, para raja dan rajaputra yang
tidak berhasil memenangkan sayembara saling menaruh belas, tidak rela karena
sang Rajaputri hanya direngkuh oleh orang yang tidak pantas. Tidak ketinggalan
pula Kurawa yang dipelopori Duryudana, karena besarnya rasa dengki akhirnya
bersama-sama para raja dan rajaputra menyebut Dewi Drupadi dari tangan brahma
muda. Namun Bima yang pada waktu itu juga mengenakan pakaian brahmana, begitu
melihat adiknya dikeroyok oleh para raja dan rajaputra, ia segera mencabut
pohon beringin lalu menerjang musuh sehingga banyak yang lari tunggang langgang
menyelamatkan diri. Duryudana yang dapat mengenali bahwa brahmana itu
sebenarnya Bima dan Arjuna, sangat gentar dan merasa heran karena Pandhawa yang
konon telah dibinasakan sampai menjadi abu (peristiwa bale sigala-gala),
ternyata masih hidup bahkan mampu mengundurkan para raja dan rajaputra yang
mengeroyoknya.
Duryudana lalu memerintahkan Karna untuk
merebut Dewi Drupadi dari tangan Brahmana muda itu yang tak lain adalah Arjuna.
Dengan senang hati Karna segera mendatangi brahmana muda tersebut. Namun belum
sampai di hadapan Nrahmana muda, Bima telah mencegatnya sambil mencerca,
“Hai anak kusir!
Tidak berhak engkau bertempur dengan kesatria. Jika kamu ingin berperang, harus
sama-sama anak kusir yang sama derajatnya. Untuk itu kamu jangan berkacak
pinggang mau melawan adikku!”
Sebenarnya Karna sudah mengetahui dari
Bathara Surya, bahwa dirinya anak sulung dari Dewi Kunthi. Jadi derajatnya juga
kesatria sama dengan para Pandhawa dan Kurawa. Namun karena ia harus
menyembunyikan rahasia dirinya, maka walaupun menerima cercaan yang sangat
menyakitkan hati, ia tetap teguh menyimpan rahasia itu.
Kekecewaan hati sang Karna karena batal
berperang dengan Arjuna, semakin menampar muka Duryudana. Namun karena merasa
gentar dengan Bima dan Arjuna, Duryudana tidak dapat berbuat banyak sehingga
Kurawa segera pulang ke Astina. Sungguh pun demikian, para Kurawa tetap tidak
merasa jera untuk selalu berupaya mencelakakan para Pandhawa.
Setelah para raja dan rajaputra dapat
dikalahkan Bima dan Arjuna, para Pandhawa segera kembali ke pondokkannya dengan
didampingi oleh Dewi Drupadi.
Diceritakan Dewi Kunthi yang waktu itu
sendirian di pondokan, merasa sangat was-was terhadap keadaan putra-putranya
karena sudah menjelang senja belum jua kembali pulang. Sebentar-sebentar Dewi
Kunthi melihat halaman, menanti-nanti kedatangan putra-putranya, Pandhawa.
Dalam hatinya bertanya-tanya, ‘Ada aa
gerangan putra-putraku ini, waktu sudah hampir malam akan tetapi mereka belum
juga pulang, padahal biasanya sudah kembali dengan membawa hasil dari
meminta-minta’.
Setelah lama dinanti-nanti tiada juga kunjung
datang, Dewi Kunthi masuk ke dalam ‘senthong’ (kamar) menyalakan dian. Baru
saja sang Dewi Kunthi masuk ke dalam senthong tiba-tiba Para Pandhawa datang.
Arjuna memanggil-manggil ibunya hendak menyerahkan Dewi Drupadi. Ketika itu
sang ibu Dewi Kunthi masih di dalam senthong sehingga belum tahu barang apa
yang akan diseragkan putra-putranyanya. Perkiraannya putra-putranya akan
menyerahkan makanan hasil meminta-minta seperti biasanya. Oleh karena itu dari
dalam senthong sang Dewi Kunthi berkata,
“Barang yang akan
kau serahkan kepadaku itu bagikanlah kepada saudara-saudaramu”.
Setelah berkata demikian, Dewi Kunthi keluar
dari dalam senthong. Ketika mendengar penuturan putranya bahwa barang yang akan
diserah kepadanya eorang gadis cantik, hasil dari memenangkan sayembara, Dewi
Kunthi terkejut lalu berkata,
“Wah celaka! Aku dan
putra-putraku akan berdosa besar jika apa yang sudah saya katakan tidak
dilaksanakan”.
Selanjutnya, Dewi Kunthi mengajak para
Pandhawa dan Dewi Drupadi masuk ke rumah. Kemudian mereka bermusyawarah, agar
semuanya tidak ada yang menanggung dosa, maka pada akhirnya dicapailah kata
sepakat bahwa Dewi Drupadi bersuamikan kelima Panduputra.
Kresna, raja bangsa Yudawa dan Baladewa
kakaknya, setelah mengetahui bahwa yang memenangkan sayembara adalah Arjuna
yang menyamar sebagai brahmana, segera menemui para Pandhawa di padepokannya
untuk mengucapkan selamat. Kresna menerangkan bahwa dirinya dan Baladewa masih
saudara keturunan dengan para Pandhawa. Sejak saat itulah para Pandhawa mengetahui
Kresna dan Baladewa masih saudara mereka.
Drestadyumnya pun datang ke pondokan para
Pandhawa dengan cara sembunyi-sembunyi, karena ia diperintahkan Prabu Drupada
untuk menyelidiki siapa sebenarnya brahmana muda itu. Tanpa sepengetahuan yang
diselidiki, Drestadyumna akhirnya dapat mengetahui bahwa brahmana muda itu
sebenarnya Arjuna. Untuk itu ia segera menghadap Prabu Drupada, melaporkan
hasil penyelidikannya.
Setelah mendapat laporan bahwa brahmana muda
itu Arjuna, Prabu Drupada sangat bersukacita karena memang Arjunalah yang
diharapkan jdi menantunya. Dan, pada kesokan harinya, sang Prabu memanggil para
Pandhawa ke istana Pancala. Setelah para Pandhawa menghadap, Prabu Drupada
menghendaki agar pernikahan Arjuna dengan putrinya dilaksanakan di istana.
Namun Arjuna menjawab bahwa sang Dewi telah menjadi isttri Pandhawa. Sang Prabu
sangat terkejut mendengar pengakuan Arjuna, maka berkatalah Prabu Drupada,
“Ini sangat
menyimpang dari kesopanan, saya tidak setuju”.
Ketika itu datanglah Maharsi Wiyasa, sang
Maharsi lalu mengajak Prabu Drupada ke ruang dalam untuk memberi penjelasan
terhadap permasalahan yang kini sedang dihadapinya. Kesudahannya, sang Prabu
Drupada dapat menerima penjelasan Maharsi Wiyasa sehingga berlangsunglah
pernikahan antara Dewi Drupadi dengan para Pandhawa di Istana Pancala.
Konon, setelah pernikahan itu berlangsung
para Pandhawa mengadakan perjanjian. Tujuannya adalah untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Dalam perjanjian itu ditetapkan bahwa mereka harus
berganti-ganti mendekati Dewi Drupadi. Jika ada yang melihat Dewi Drupadi
sedang duduk dengan salah seorang di antara kelima bersaudara itu di dalam
kamar, kemudian salah satu di antara mereka ada yang melihatnya, harus membuang
diri dalam hutan selama sepuluh tahun.
KSP 42—
Sabtu, 15 Februari
2020 – 12.47 WIB
R E F E R E N S I :
Sri Guritno – Purnomo Soimun HP,
KARAKTER TOKOH PEWAYANGAN MAHABARATA
Proyek Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat Tradisi dan Kepercayaan
Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya
Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata
Jakarta 2002