Rabu, 23 Desember 2015

AJARAN IMAN DALAM PERTUNJUKAN WAYANG




AJARAN IMAN DALAM PERTUNJUKAN WAYANG

Denmas Priyadi Blog : "Wayang Islami" - Sudahlah sama kita ketahui bahwa kesenian wayang yang sudah banyak mengalami perubahan di sana-sini baik secara bentuk fisik wayangnya itu sendiri maupun makna yang terkandung di dalam ajaran-ajaranya yang dibawa oleh para penyebar Islam di Jawa semata-mata adalah untuk da’wah Islam.  Oleh karena itu tentu dalam setiap pertunjukan wayang menyisipkan ajaran Islam terutama yang berkait ajaran Islam tentang iman.

Pada semua lakon, perlengkapan dan peralatan wayang purwa yang menciptakan adalah wali.  Semuanya merupakan gambaran kehidupan manusia, dewa dan hewan yang tak bernyawa tadi jika tidak dimainkan dan digerakkan oleh sang dalang maka semua manusia, hewan dan dewa-dewa yang berujud manusia itu tidak akan bermakna apa-apa. Tidak ada simbol gerak kehidupan di alam dunia ini.  Oleh karena itu dalam kaitannya dengan kepercayaan Islam, itu berkait rukun iman pertama, percaya adanya ALLAH.  Meskipun adanya dunia dan segala isinya ini juga karena kudratullah, akan tetapi tiada bisa hidup tanpa dihidupi oleh kudratullah itu.

Begitu pula dalam pertunjukan wayang, Apabila segala sesuatunya telah sempurna disiapkan, maka mulailah dalang memainkan pertunjukan wayang.  Pertunjukan wayang yang biasanya dimainkan semalam suntuk itu hanya mengambil satu lakon saja.  Jumlahnya agak banyak tetapi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan yang kalah dan yang menang.  Kalah dan menang itu didahului dengan perang tanding adu kesaktian.  Akhirnya apabila menurut lakon atau cerita suatu tokoh mesti kalah, ya kalah.  Walaupun ujudnya lebih perkasa dan persenjataannya lebih lengkap.  Sedangkan tokoh yang harus dimenangkan, ya harus dimenangkan itu tentu pihak yang benar menurut pertimbangan akal yang sehat.

Hal menang atau kalah dalam bertanding dalam hubungannya dengan agama Islam, termasuk rukun iman yang kelima, percaya terhadap kepastian (takdir baik dan buruk).  Adapun tindak peperangan berebut kemuliaan itu, menunjukkan arti usaha manusia.  Ummat Islam tidak boleh hanya menyerah pada nasib, sebelum berdaya upaya sungguh-sungguh dalam mengusahakan keduniaan.  Oleh sebab itu, maka dalam perang tanding tadi, meskipun menghadapi berbagai kesukaran, tetapi apabila dia benar, maka akan mendapat kemenangan dan kemuliaan. (SP)

PUSTAKA :
Drs. H. Effendi Zarkasi, Unsur-Unsur Islam Dalam Pewayangan.
PENERBIT :
Alfa Daya, Jakarta 1981

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 23 Desember 2015 – 14:54 WIB

Selasa, 22 Desember 2015

“DI DALAM PERTUNJUKAN WAYANG” KARYA : Ki Slamet 42

Pentas Wayang Klitik

“DI DALAM PERTUNJUKAN WAYANG”
KARYA : Ki Slamet 42
Apabila segala sesuatu sempurna persiapannya
Maka dalangpun memainkan wayang-wayangnya
Yang sudahlah tertentu sifat dan karakternya
Dalam kurun waktu yang telah ditentukannya

Siapapun yang menjadi pelakon tokoh wayang
Digolong dalam pihak yang kalah dan menang
Kalah dan menang ditentukan dengan perang
Harus kalah ya kalah, harus menang ya menang

Perang itu adalah simbol kerasnya perjuangan
Dalam melawan segala hawa nafsu kejahatan
Yang terus bersemayam dalam diri setiap insan
Mengajak,  menghasut berbuat kemungkaran

Golongan yang jahat berakhir dengan kekalahan
Golongan yang benar akan mendapat kemenangan
Semua itu diatur oleh  Sang Pengatur kehidupan
Maha Dalang Pengatur segala bentuk penciptaan

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 23 Desember – 12:03 WIB


" SAJAK & PUISI KI SLAMET 42 ": “DI DALAM PERTUNJUKAN WAYANG” KARYA : Ki Slamet 4...: Pertunjukan Wayang Klitik “DI DALAM PERTUNJUKAN WAYANG” KARYA : Ki Slamet 42 Apabila segala sesuatu sempurna persiapannya ...

Jumat, 18 Desember 2015

PERTUNJUKAN WAYANG DAN TASAWUF Oleh : Drs. Effendi Zarkasi




Image "Pentas Wayang" ( Foto: Google )

PERTUNJUKAN WAYANG DAN TASAWUF
Oleh : Drs. Effendi Zarkasi

Mengenai hal ini Ki Siswoharsojo menguraikan sebagai berikut:

Adapun hal-hal yang menyebabkan samarnya ajaran-ajaran ke-ISLAM-an dalam pewayanga ialah karea ajaran itu berada pada hal-hal yang nampaknya serba k ke-Budhaan, olah karena itu makan jarang orang dapat menyingkap tabir kehalusan ajaran ke-ISLAMAN-an yang terdapat di dalam pertunjukan wayang Purwa.  Malah, orang yang sudah mengaku Islam seperti sudah dikhitan, kawin, juga percaya kepada kebudayaan.  Buktinya masih adanya upacara “ngeruat”yang masih berlaku sampai sekarang ini.

Hal yang demikian itu hanya karena tidak tahu, kemudian ada pertanyaan dalam hati kita asing-masing.  Salah siapa, ada ajaran tidak terang-terangan yang menyebabkan timbulnya takhayul?  Jawabannya  adalah bahwa diciptakannya pertunjukan kesenian Wayang Purwa di Demak itu, memang dengan maksud untuk tuntunan bagi umat Islam yang telah sampai pada taraf tharikat, supaya mendapat obor untuk mencapai hakikat dan ma’rifat.  Oleh karena itu, maka tidak aneh bagi orang yang belum mengenal tharikat.  Tidak mengetahui betapa halusnya ke-Islaman dalam pewayangan.  Sebaliknya bagi mereka yang telah mempelajari tasawuf, walaupun lambang itu ujud apa saja tidak akan mengherankan mereka dan akan mengetahui apa maksudnya.

Oleh karena itu, maka semua yang diusulkan oleh Sunan Kalijaga, “Islam harus diajarkan  dengan menggunakan alat kesenian yang ada, dan harus sedikit demi sedikit”.  Memang merupakan satu kebijaksanaan umat mulai syari’at sampai ma’rifat.

Buat mereka yang belum mendalam tentang Islam, baru mau membaca syahadat atau Halimah thasyibah dan mengamalkan sebagian ajaran Islam saja, hukumnya sudah dianggap Islam juga.  Apalagi buat mereka yang telah memegangi rukun iman yang enam dan mengamalkan rukun Islam yang lima itu.  Buat mereka yang telah mendapat hidayah jalan yang lurus (mengamalkan thariqat) jika dia sudah merasa cukup dengan itu saja, juga sudah boleh menamakan dirinya Islam.  Adapun buat mereka yang bermaksud mencapai hakikat dan ma’rifat sesudah melalui jalan thariqat, jalan itu lalui dituruti dengan segala keimanan, maka Insya Allah tentu akan sampai pada ma’rifat, di situlah baru dapat dianggap sempurna Islamya.  Demikian antara lain pendapat Prof. T.  Tohir Abdul Muin, dalam Kitab Pengantar Ilmu Kalam.

sah satu lakon Wayang Purwa yang bermacam-macam itu yang tepat menjadi gambaran mencapai thariqat, hakikat dan ma’rifat, ialah lakon Dewaruci.

Pustaka:
Drs. Effendi Zarkasi, Unsur Islam Dalam Pewayangan, Alfa Media Jakarta 1981

Ki Slamet 42 - Kp. Pangarakan, Bogor
Sabtu, 19 Desember 2015 – 06:31 WIB