Sabtu, 25 Juli 2015

KISAH BIMA MENCARI SARI TIRTA PRAWITA Karya : Ki Slamet 42

GOLEK ARYA SENA

“KISAH BIMA MENCARI SARI TIRTA PRAWITA”
Karya : Ki Slamet 42

Terkisahlah cerita,  kata yang empunya cerita
Sang Bima Arya Sena,  masuk  ke dasar segara
Untuk mencari air hakikat, Sari Tirta Prawita
Agar jiwa rohaniahnya dan raga jasmaniahnya
Menjadi suci wujudkan sifat Tuhan Yang Esa
Penuh kasih sayang pemurah, adil dan lainnya

Namun, ia tak bisa masuk ke dalam samudera
Karena tubuhnya, ditopang gajah Setubanda
Sang Bima Arya Sena tiadalah merasa berada
Di punggung gajah Situbanda  yang berupaya
Mencegahnya,  agar tiada lanjut cari Prawita
Bima bertekad untuk teruskan perjalanannya

Maka marahlah, Gajah Setubanda pada Bima
Tubuh Bima,  dilemparkan dari punggungnya
Terbawa  ombak,  tenggelam  ke dasar segara
Demi melihat kejadian itu keluarga Pandawa
Semua saudara yang ada di kerajaan Amarta
Berduka cita, sebab  Sang Sena pasti perlaya

Kisah Cerita  tentang Sang Bima,  Arya Sena
Bertekad cari hakikat, air Tirta Sari Prawita
Ada di dalam cerita  kesenian wayang purwa
Lakon Dewa Ruci karya cipta Sang Pujangga
Ditulis oleh Wali bijaksana tuk da’wah agama
Di negeri gemah ripah Nusantara Jawadwipa

Suatu gambaran,  kegigihan seorang manusia
Bernama, Bima Sena yang ingin capai kepada
Ma’rifatullah,  taraf tauhid yang sebenarnya
Segalanya dilakukan cuma untuk ibadah saja
Pasrah berserah diri pada Dia Sang Pencipta
Bagai mati dalam hidup, “ngelem ing samodra”

Sesudah terlontar dari punggung Situbanda
Sang Bima pun  tenggelam ke dalam samudra
Tubuhnya dililit naga liar,  yang gigit pahanya
Maka,  dengan senjata kuku Panca Nakanya
Ia tusuk leher naga itu,  hingga hilang nyawa
Meskipun dirinya  turutlah ikut mati perlaya

Menurut ilmu hakikat,  malaikat berupa Naga
Dan Naga itu menolong Sang Arya Bima Sena
Agar tak berlama-lama, ia mengalami  samsara
Maka,  setelah selesailah pertarungan antara
Sang Bima  Arya Sena,  melawan seekor Naga
Keduanya  pupus sirna,  tak lagi berujud rupa

Dan  seketika itu, nampaklah di dasar segara
Bima,  Arya Sena  berhadapan  dengan Dewa
Yang postur tubuhnya lebih kecil dari dirinya
Sedangkan wujud rupa,  sama tiada berbeda
Dialah Sang Dewa Kerdil,Dewa Ruci namanya
Meski bertubuh kecil bisa lahap jagad seisinya

Ketika Dewa Ruci,  mempersilahkan Bima Sena
Agar masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga
Timbullah keraguan, hati Bima  bertanya-tanya:
“Apa bisa badanku masuk ke dalam tubuhnya?”
Dewa Ruci tahu keheranan keraguan hati Bima
Maka Sang Dewa Kerdil,  Dewa Ruci,  berkata:

“Wahai  Bima,  jagad raya  dengan  segala isinya,
 Bisa masuk ke dalam ragaku, apalagi kau, Sena!”
Maka masuklah Bima tanpa ragu melalui telinga
Ke  dalam tubuh kerdil Dewa Ruci serupa Bima
Di  dalam tubuh bajang  Dewa Ruci,  Arya Sena
Rasakan ketenangan batin,  jiwa  nan sempurna

Jika dianalisa cerita di atas mengandung makna
Roh seseorang, meski sudah keluar dari raganya
Tetapi, masih memiliki akal, budi, atma dan rasa
Roh orang tersebut,  telah diridhai  Tuhan  Esa
Untuk merasa segala kenikmatan hidup di sorga
Dalam keabadian yang kekal, tiada ada akhirnya

Hal tersebut sebagaimana  firman  Allah Ta’ala:
“Balasan untuk mereka di sisi Tuhannya, berupa
Sorga tempat ketetapan,  mengalir di dalamnya
Sungai-sungai jernih di bawah pohon-pohonnya
Yang mereka pun akan kekal abadi di dalamnya
Allah ridha  pada hamba yang taat kepada-Nya

                           (Al-Quran, S. Al-Bayyinah: 8)


Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 12 Juli 2015 - WIB

“ANALISAKU LAKON PETRUK DADI RATU” Karya : Ki Slamet 42

Image Petruk Dawala ( Foto: Google )
Petruk Dawala

“ANALISAKU LAKON PETRUK DADI RATU”
Karya : Ki Slamet 42

Tercerita dalam kisah wayang carang lakon Mustakaweni
Ketika terjadi, tarung perebutkan Jimat Kalimasada suci
Antara Bambang Priambada melawan Mustakaweni Dewi
Keduanya saling muslihat, setara digjaya, sama-sama sakti

Satu ketika Bambang Priambada dapat rebut Kalimasada
Maka agar Jimat Pusaka selamat, diberikan pada Dawala
Petruk putra Betara Imaya Sang Hyang Semar Badranaya
Agar dijaga,  jangan sampai lepas, direbut musuh durjana

Petruk Dawala pun cepatlah pergi, tinggalkan medan laga
Simpan, miliki pusaka prabawa, aji sakti Jimat Kalimasada
Dengan miliki pusaka itu Petruk Dawala inginlah jadi Raja
Betara Guru,  Betara Narada, cemas keselamatan Dawala

Maka mereka pun, membantu Petruk menjaga Kalimasada
Dan, menyuruh Petruk agar merebut negeri Sanyowibawa
Berkat pertolongan dari Betara Guru dan Betara Narada
Berbekal Pusaka, Jimat Kalimasada, Petruk pun jadi Raja

Maka,  jadi terkenal dan masyhurlah, Negeri Sanyowibawa
Diperintah, Sang Prabu Belgeduwelbeh Tongtongset Raja
Yang tak lain gelar Petruk Dawala putra Semar Badranaya
Tapi, Raja Dwarawati, Astina dan Amartapura tiada suka

Maka, mereka semua pun sepakat,  binasakan Dawala raja
Namun, tiada satu pun dari mereka mampu membunuhnya
Sri Kresna, minta tolong Semar dan Gareng kakak Dawala
Agar bisa kalahkan Raja Belgeduwelbeh yang sakti digjaya

Singkat cerita, Petruk Dawala raja pun bisalah dikalahkan
Lalu,  Betara Guru dan Betara Narada  menginformasikan 
Bahwa yang ‘lah Raja Belgeduwelbeh Tongtongset lakukan
Dalam pengawasannya sebab, Kalimasada mesti diamankan

Lakon Petruk Dadi Ratu,  adalah semata cerita karangan
Bukan termasuk dalam buku Pakem Ringgit Purwa, bukan
Yang Sengaja dibuat hanya untuk da’wah, sebarkan ajaran
Tentang Syariat, Tharikat, Hakikat,  Ma’rifat dalam Islam

Apabila  dianalisa secara religi Islami,  cerita ini gambaran
Bahwa sehina dan semiskin apapun seorang hamba Tuhan
Jika teguh dan kuat di dalam memegang aqidah keyakinan
Maka akan diangkat derajatnya dan akan dapat kemuliaan

Hal demikian itu, sebagaimana tertera di dalam Al-Quran:
“Wahai manusia,  sesungguhnya  Aku ( Allah ) ciptakan
Engkau atas laki-laki dan perempuan dan Aku jadikan
Bersuku-suku, berbangsa-bangsa agar saling berhubungan
Saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang lebih mulia
Di antara kamu adalah yang lebih beriman dan bertaqwa.”
( Surat Alhujaraat: 13 )

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 25 Juli 2015 - 17:03 WIB 

Kamis, 23 Juli 2015

“NUANSA ISLAMI DALAM LAKON MUSTAKAWENI” Karya : Ki Slamet 42

Image "Mustokoweni" ( Foto: wordpres.com
Mustokoweni

“NUANSA ISLAMI DALAM LAKON MUSTAKAWENI”
Karya : Ki Slamet 42

Terteralah di dalam cerita wayang, Mustokoweni
Keluarga Pandawa,  berkenan  membangun  candi
Bangunan suci,  untuk sesembahan  puja dan puji
Bagi nenek moyang mereka yang keramat dan suci
Maka berdirilah dengan megah Candi Sapta Arga
Tempat kuburnya para leluhur keluarga Pandawa
Yang setiap waktu tiadalah lupa dipuji dan dipuja
Agar mendapat restu, dalam memerintah Amarta

Oleh karena terlalu sibuk bangun candi pemujaan
Terbelenggu oleh kuatnya jerat,  tali kemusyrikan
Sehingga lupa dan lengahlah pada pusaka ageman
Jimat Kalimasada, yang telah lama  jadi pegangan
Maka pusaka Jimat Kalimasada pun hilang lenyap
Dicuri oleh Mustokoweni,  dengan gerakan sigap
Maka segala kekuatan kesaktian Yudhistira lelap
Jadi lemah tak bermarwah berwarna hitam gelap

Jikalah dikaji, dicerna, dianalisa dari sudut religi
Yang dilambari, berdasar referensi aqidah Islami
Cerita wayang,  tentang  “Lakon Mustoweni” ini
Hanya karangan bukan pakem wayang purwa asli
Dibuat hanya sebagai gambaran atau perlambang
Tentang sikap dan perilaku manusia yang gamang
Pada ajaran dan aqidahnya yang mudahlah hilang
Dicuri kekufuran,  Syirik,  imingan bayang-bayang

Hal ini,  sebagaimana pendapat  pengamat budaya
Pimpinan  Museum Paheman Radya Pustaka, Sala
Tumenggung Dipaningrat, beliau berkata  bahwa :
“Lakon Mustakaweni adalah asli buatan Pujangga
Islam Demak Bintara, yang sengaja dikarang cipta
Sebagai peringatan bagi umat Islam, bahwa pabila
Mereka  terus memuja  moyangnya  di Sapta Arga
Lakukan Syirik, maka kesaktiannya akanlah sirna.”

Sudah tentu tiada aneh,  jika lakon Mustokoweni
Berisi ajaran Islam yang tiada boleh syirik puja-puji
Bersekutu kepada selain Allah, Tuhan Ilahi Rabbi
Sebagaimana Allah berfirman di dalam Kitab Suci:
“Dan, sembahlah Allah, dan janganlah menyerikati
Dengan  sesuatu  apapun.”  (  S.  An – Nisaa’ : 36 )
“Sesungguhnya,  Allah  tidaklah  akan mengampuni
Orang-orang yang menyekutukanNya, mengampuni
Selain itu kepada orang-orang  yang dikehendaki.”
( S. An – Nisaa’ : 48, 116 )

Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 23 Juli 2015 – 14:55 WIB