Jumat, 18 Januari 2013

“Pentas Wayang Kulit Purwa”



Denmas Priyadi | Sabtu, 19 Januari 2013 | 09:30 WIB


Pentas Wayang - http://slameti.blogspot.com
Pentas Wayang
DENMAS PRIYADI BLOG - slameti.blogspot.com - Sebagaimana kita ketahui bahwa wayang adalah salah satu bentuk kesenian Indonesia yang sengaja diciptakan oleh para penyebar agama Islam, (Wali) dipergunakan sebagai media da’wah. Oleh karena itu dalam praktik pertunjukannya pun banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam baik dari ceritanya, perlengkapan, dan seperangkat gamelan sebagai instrumen musik pengiring pentas pertunjukan.

Ada beberapa faktor yang benar-benar harus diperhatikan dalam pentas pertunjukan wayang agar berjalan dengan baik, yaitu: Lakon (cerita), Perlengkapan yang terdiri atas boneka wayang, kelir, belencong, seperangkat istrumen musik gamelan, dan lain-lain. Dan Para pemain seperti dalang, nayaga, waranggana serta Pertunjukannya itu sendiri.

Pentas pertunjukan wayang pada umumnya diselenggarakan pada saat malam hari. Ada juga yang dilaksanakan pada siang hari, yaitu jika pertunjukan wayang itu dimaksudkan untuk 'ngeruwatsebagai upacara ritual agar diberikan keselamatan oleh Tuhan. Berikut adalah bagan dan perlengkapan yang harus disiapkan dalam sebuah pentas pertunjukan wayang yang penulis kutip dari buku “Unsur Islam Dalam Pewayangan” halaman 132-134.
Bagan pentas pertunjukan wayan (Foto: SP)
Dahulu pentas pertunjukan wayang diadakan di antara rumah dan balairung yang dinamakan “pringgitan”. Di tempat itu dipasang “kelir” kain mori berwarna putih dengan panjang sekitar 4 meter, dan lebar 1,25 meter.  Di bawah kelir terdapat dua buah gedebog, batang pisang yang diletakkan secara rebah berjajar atas dan bawah dengan pangkal pisang saling bertentangan dengan ditopang oleh patok dari kayu berjajar yang di bawahnya memakai telapak kaki disebut tapak dara, telapak merpati. Pada gedebog atas dan kanan-kiri ditancapkan boneka wayang berjajar secara urut mulai dari tepi untuk wayang yang tinggi dan besar. Di tengah sengaja dibuat kosong karena difungsikan sebaga arena gelanggang pentas wayang yang dimainkan oleh dalang.namanya Panggungan atau Paseban dengan lebar 1,60 meter.

Untuk hiasan kelir biasanya pada setiap sisi-sisinya dirangkap dengan kain  hitam, biru tua atau merah dengan lebar sekitar 0,90 meter. Sisi bawah dinamakan palemahan, dan sisi atas dinamakan pelangitan. Kanan-kirinya memakai tali, dimasukkan kayu bulat untuk menarik sligi yang di bawahnya ditancapkan pada gedebog pisang. Bagian atas masuk ke blandar bambu. “Palemahan dan “Pelangitan” tepinya menggunakan tali untuk palemahan paka tancapan pada gedebog yang dinamakan “placak”. Biasanya terbuat dari kuningan atau emas tiruan, ada juga yang menggunakan besi. Sedangkan kolong untuk mengkaitkan tali kelir pada blandar bambu. Gedebog yang atas sebagai palenggahan wayang raja, atau para satriya, sedang gedebog bawah sebagai paseban untuk kaum sudra dan hamba sahaya.

Belencong adalah lampu yang digantung di atas kepala dalang. Jarang antara lampu dan kepala dalang biasanya berjarak 0,90 meter dan antara belencong dan kelir  0,40 meter, ini dimaksud agar Nampak jelas muka boneka wayang. Kotak,  tempat kelebihan wayang diletakkan sebelah kiri dalang.

Setelah selesai mengatur wayang sebagai sumpingan, wayang yang lain(dudahan) diatur sebagai berikut:

1.      Di atas eblek di atas kotak adalah:
a.       Para pandita, cantrik
b.      Parekan, dagelan
c.       Eblek bawah, hewan-hewan hutan, kereta dan senjata

2.      Yang berada di kotak
a.       Para patih
b.      Para kurawa, termasuk patih Sengkuni dan pandita Durna
c.       Punggawa
d.      Raksasa
e.       Di eblek bawah Dewa, ketek dan setan

3.      Wayang sumpingan kanan, disiapkan di gedebog kanan bawah
4.      Wayang sumpingan kiri, disiapkan di gedebog sebelah kiri bawah.

Referensi
Drs. H.Effendi Zarkasi. “Unsur Islam Dalam Pewayangan”: ALFA DAYA. Jakarta

   

Selasa, 15 Januari 2013

Wayang Kulit Kolaborasi Dipatenkan


SuaraMerdeka.com | 10 Juni 2012 | 16:27 wib   
KOLABORASI: Mengawali pentas wayang kulit kolaborasi, putri Pak Harto Titik Hediati (kiri) berkenan menyerahkan tokoh wayang Semar kepada Begug Poernomosidi (kanan). (suaramerdeka.com/ Bambang Purnomo)

WONOGIRI, suaramerdeka.com - Wayang kulit kolaborasi, yang dipadukan dengan wayang orang, tari-tarian, lawak, kesenian reog dan musik campursari serta dangdut, dipatenkan sebagai karya seni Kanjeng Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Candra Kusuma Sura Agul-agul Begug Poernomosidi.
''Itu sudah saya patenkan, dan menjadi sajian seni untuk masyarakat dalam dan luar negeri,'' tegas Begug.
Penegasannya ini, disampaikan Jumat (8/6) malam, ketika menyampaikan sambutan pada upacara haul Pak Harto, yang dimeriahkan dengan pagelaran wayang kolaborasi. Acara wayang kolaborasi semalam suntuk ini, dipentaskan di Monumen Ibu Tien Soeharto, Jaten Kabupaten Karanganyar, kilometer 12 Solo-Karanganyar.

Malam itu, digelar lakon Mbangun Candi Sapto Argo yang dimainkan lima dalang. Yakni, Ki Widodo Wilis, Ki Eko Sunarsono, Mbah Bagong, Ki Sigit Endrat dan Ki Bodronoyo Begug Poernomosidi. Pagelaran wayang kolaborasi ini, dipadukan dengan sajian tari tradisional Jawa ''Bedaya Parang Kencana,'' fragmen wayang orang, kesenian reog Ponorogo, lawak dan musik campursari. Dalam pagelaran tersebut, tampil sebanyak 25 waranggana, termasuk pesindhen pria Prasetya.

Rumah pendapa Monumen Ibu Tien Soeharto di Jaten Karanganyar, terasa sempit untuk pagelaran wayang kolaborasi yang terkesan sebagai karya seni yang megah tersebut. Mengawali pentas, keluarga Cendana yang diwakili Titik Hediati Soeharto, berkenan menyerahkan tokoh wayang Semar Bodronoyo kepada KGPAA Candra Kusuma Sura Agul-Agul Begug Poernomosidi.

Semar, dikenal sebagai tokoh panakawan jelmaan dewa, yang juga memiliki sebutan Ki Sampurnajati, yang legendaris dan kaya mitos. Usai tokoh wayang diserahkan, para pengrawit langsung menyajikan nyanyian dari Sabang Sampai Merauke dengan iringan instrumen gamelan. Syair lagu perjuangan karya R Sunaryo ini, yang dibawakan bareng oleh paduan suara para waranggana. Baru kemudian disusul dengan nyanyian agamis Slawatan, sebelum masuk ke sajian inti pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

Begug yang mantan Bupati Wonogiri dua periode ini, mengatakan, kiat menciptakan wayang kolaborasi menjadi tontonan dan  sekaligus tuntunan serta tantangan, adalah merupakan upaya agar wayang kulit yang telah diakui dunia, sebagai budaya adiluhung bangsa Indonesia (setelah keris dan batik) ini, keberadaannya tetap lestari.

''Dengan memadukan kesenianan lain dalam sajian kolaborasi itu, tujuannya agar masyarakat penontonnya tidak jenuh atau bosan. Sekaligus ini sebagai sentuhan inovasi dalam penggarapan kesenian wayang,'' kata Begug. (Bambang Purnomo/CN27)