Rabu, 26 Desember 2012

Pikiran Rakyat Online: "GILIRAN WAYANG TAVIP CIPTAKAN TAWA" - RETNO HY/"PRLM" - Selasa, 18 Desember 2012


RETNO HY/"PRLM"
Gelar Wayang Tavip di Lapangan Gasibu Bandung

BANDUNG, (PRLM).- Memasuki malam kedua, Senin (18/12/12), gelaran HelarWayang 2012 bertempat di Lapangan Gasibu Bandung giliran dalang wayang Muhammad Tavip (47) mengundang gelak tawa. Cerita aktual seputar kondisi yang tengah terjadi dimasyarakat pada umumnya menjadi alur cerita menarik untuk dinikmati.

Seluruh tokoh wayang yang terbuat dari plastik dan dimainkan hampir mirip dengan wayang kulit dan mendapat sentuhan teknologi dan menggunakan pencahayaan layaknya pembuatan film.
Penonton yang duduk menghadap layar berteman minuman hangat disuguhi cerita tentang sepak terjang hakim yang melakukan praktek jual beli keadilan, pemimpin yang korupsi, hingga ulah para bakal calon (balon) pemimpin daerah yang hendak manggung.

Peristiwa cukup mengundang tawa terjadi saat seorang biduanita dengan pakaian serba ketat menyanyikan lagu "Oncom Garing" milik Bungsu Bandung. Gerakan dan gaya panggung didukung suata yang sangat sensual membuat geger undangan pertemuan balon pemimpin daerah.

Sementara itu tokoh-tokoh pada wayang Tavip tidak seperti wayang lainnya yang menggambarkan tokoh-tokoh Mahabarata atau Ramayana, namun gambarnya disesuaikan dengan tokoh-tokoh abstrak, kartun dan juga bisa tokoh yang dikehendaki oleh penonton.

Wayang yang muncul dari ide kreasi Muhammad Tavip pada 2003 sudah manggung di sejumlah negara seperti di Yunani, Spanyol, Korea bahkan di Vietnam mendapat penghargaan sebagai kreasi seni orisinal.
“Karenanya yang menyaksikan pada malam (Senin, 18/12) ini sangat beruntung sekali,” ujar Dadan Anggar, salah seorang penonton. (A-87/A-88)***

Kamis, 06 Desember 2012

Dhimas Tedjo Ikut Peringati Hari Aids - Akhirul Anwar/JIBI/Harian Jogja

Dhimas Tedjo
JOGJA - Jumat, 30 November 2012 15:22 WIB :  Untuk mendukung tema peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) 2012 yaitu ‘Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS’, pantia Peringatan HAS 2012 di DIY akan menggelar Wayang Kulit di Bangsal Kepatihan Jogja, Sabtu (1/12/2012) mulai pukul 20.00 WIB.

“Kami memilih Wayang, karena kebanyakan penonton wayang adalah laki-laki. Sedang upaya perlindungan perempuan dan anak dari HIV dan AIDS jelas sangat butuh partisipasi laki-laki,” ungkap Ghanis Kristia selaku Sie Acara Peringatan HAS 2012 dalam siaran pers, Jumat (30/11/2012).

Pentas Wayang kulit dengan dalang Ki Gondo Suharno akan menyisipkan info dan pesan-pesan seputar HIV dan AIDS. Untuk memeriahkan pementasan, juga akan tampil penyanyi campursari kondang di Jogja, yakni Dhimas Tejo.

Lebih lanjut Ghanis mengungkapkan, selama ini perempuan telah banyak menjadi sasaran diseminasi informasi tentang HIV dan AIDS. Namun kenyataannya jumlah pengidap HIV perempuan menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi.

“Dan banyak diantara mereka adalah ibu rumahtangga yang tidak pernah berganti-ganti pasangan dan tidak menyangka akan terinfeksi HIV”, jelas Ghanis.

Sementara itu, Sekretaris KPA DIY Riswanto mengungkapkan, data kasus HIV dan AIDS di Dinas Kesehatan DIY menyebutkan, pengidap HIV dan AIDS dari kalangan iburumahtangga hingga bulan Juni 2012 secara kumulatif sebanyak 189 kasus.

Sementara jumlah kumulatif kasus pada perempuan sebanyak 588 kasus dan laki-laki 1.144 kasus. Tingginya angka kasus pada laki-laki dan naiknya jumlah kasus pada perempuan, menunjukkan korelasi bahwa penyebaran virus HIV banyak berasal dari hubungan seksual yang beresiko. Faktor resiko heteroseksual menurut data Dinkes DIY menempati urutan pertama, yakni 879 kasus.
Editor: |

Rabu, 05 Desember 2012

WAYANG KLITHIK DI TENGAH HEGEMONI BUDAYA BARU Oleh Eko Wahyu Budi


Wayang Klithik
SUARA MERDEKA – SELASA, 27 NOV. 2012: Wayang merupakan sebuah warisan budaya Jawa, sejak masa Wali Songo hingga sekarang wayang masih digunakan sebagai media penyebaran Agama Islam . Konon wayang digunakan oleh Sunan Kali Jaga sebagai media menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa. Di Jawa tengah khususnya.

Keberadaan wayang di daerah Jawa mempunyai bentuk yang heterogen. Seperti halnya Wayang Kulit yang dibuat dari kulit, Wayang Suket yang terbuat dari rumput (suket) dan mulai dikenal masyarakat lewat dalangnya Slamet Gundono, juga Wayang Krucil atau Wayang Klithik yang keberadaannya hampir punah karena tergerus oleh budaya- budaya modern. Menurut akar sejarahnya, Wayang Krucil pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan Wayang Krucil.

Sejarah Wayang Klithik

Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi-red) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik. Di daerah Jawa Tengah Wayang Klitik memiliki bentuk yang mirip dengan Wayang Gedog. Tokoh-tokohnya memakai dodot rapekan, berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Sedangkan, di Jawa Timur tokoh- tokohnya banyak yang menyerupai Wayang Purwa. Di Jawa Tengah, tokoh-tokoh rajanya Bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.

Cerita yang dipakai dalam Wayang Klithik umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan Wayang Krucil memakai cerita Wayang Purwa dan Wayang Menak, bahkan dari Babad Tanah Jawa sekalipun. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya Wayang Klithik menggunakan gendhing-gendhing besar.

Adapun tokoh wayang Klithik atau Krucil antara lain. Damarwulan, Menakjingga, Layangseta, Layang Kumitir, Logender, Prabu Kencanawungu, Patih Udara, Wahita, Puyengan, Adipati Sindura, Menak Koncar, Ranggalawe, Buntaran, Watangan, Anjasmara, Banuwati, Panjiwulung, Sabdapalon, Nayagenggong, Jaka Sesuruh, Prabu brawijaya, Angkatbuta, Ongkotbuta, Dayun, Melik, Dewagung Walikrama, Dewagung Baudenda.

Wayang Klithik memiliki karakteristik sendiri di banding dengan jenis wayang yang lain yaitu menggunakan tembang pelok dan pada saat di tengah- tengah pertunjukan sering adanya dialog antara dalang, sinden, dan penabuh gamelan. Keunikan lain dari wayang Klithik adalah modelnya yang dua dimensi dan juga terbuat dari kayu kenanga. Wayang Klithik biasanya dipentaskan pada malam hari, maupun hari tertentu. Misalnya pada saat tradisi sedekah bumi, ataupun malam sura.

Tradisi Kuat

Daerah yang masih kerap mengadakan pagelaran Wayang Klithik adalah daerah Blora, tepatnya di Desa Janjang Kecamatan Jiken. Mengingat di Desa tersebut mempunyai tradisi yang masih kuat. Pagelaran Wayang Krucil di Desa tersebut umumnya dilakukan pada saat acara Khoul Mbah Janjang, maupun saat masyarakat yang mempunyai nazdar tertentu.

Banyak masyarakat Blora yang mengetahui hasil kebudayaan asli Jawa ini dikarenakan kurangnya kepedulian dan pemahaman yang konkret tentang hal ini, maka keberadaan Wayang Krucil sedikit demi sedikit terlupakan. Hal seperti itu secara tidak langsung akan membuat sebuah pendegradasian sebuah karya budaya lokal yang seharusnya kita sebagai masyarakat asli menjunjung tinggi hal tersebut. Selain terbatasnya peminat ataupun pemerhati, keterbatasan jumlah pengrajin dari Wayang Krucil itupun juga sangat memprihatinkan.

Perhatian dari pemerintah Blora pun kurang begitu maksimal. Kurangnya "nguri- nguri kabudayaan" dari pemerintah dan masyrakat di Blora pada umumnya akan menambah deretan penyiksaan terhadap hasil kebudayaan ini, yang pada akhirnya akan menjadikan hasil dari kebudayaan ini akan punah.

Dahulu saat era Wali Songo, wayang sangat populer. Tetapi saat ini, warisan budaya ini seperti tergeser dengan adanya kebudayaan-kebudayaan baru yang umumnya "dikatakan" modernisasi.
(Eko Wahyu Budi/CN32)