Minggu, 27 November 2011

NUANSA ISLAM DALAM LAKON PETRUK DADI RATU by Slamet Priyadi

Petruk Jadi Raja

Minggu, 27 November 2011 – Denmas Priyadi Blog – Lakon Petruk Dadi Ratu ( Petruk Menjadi Raja ) merupakan cerita wayang carangan atau karangan pujangga Islam dan tidak ada dalam cerita Mahabarata, oleh karena itu isi ceritanya mengandung ajaran Islam.
Diceritakanlah dalah lakon Petruk Dadi Ratu ini, pertempuran antara Bambang Priambodo melawan Dewi Mustokoweni yang begitu sengitnya. Keduanya sama-sama sakti, sama-sama gagah perwira dan pilih tanding sehingga keduanya tak ada yang kalah dan tak ada yang menang.  Keduanya bertempur karena memperebutkan pusaka Jimat Kalimusodo yang teramat sakti itu.  Pusaka Jimat Kalimusodo terkadang berada di tangan Dewi Mustokoweni terkadang berada di tangan Bambang  Priambodo, begitu seterusnya pusaka tersebut saling berpindah tangan di antara keduanya.  

Suatu ketika Bambang Priambodo dapat merebut pusaka Jimat Kalimusodo dari tangan Dewi Mustokoweni. Pusaka tersebut lalu diserahkan kepada Petruk salah seorang Punakawan Pandawa putra dari Semar Kudapawana agar di pegang menjadi ageman, dan jangan sampai bisa direbut oleh orang lain.

Dengan pusaka Jimat Kalimusodo ditangannya yang kemudian mengamalkannya, dengan bantuan Batara Guru dan Batara Narada yang ingin membantu petruk agar mampu menyimpan dan menyelamatkan pusaka Jimat Kalimusodo, maka jadilah Petruk seorang yang sakti mandraguna, gagah perkasa, tanpa tanding. Dengan kesaktiannya yang teramat sakti itu Petruk menjadi jumawa, angkuh dan sombong. Dengan kesaktiannya itu Petruk  menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, salah satu negeri dari negeri-negeri yang ditaklukannya lalu dikuasainya adalah Negeri Sanyowibowo. Dengan bangga dan penuh kesombongan kemudian Petruk mengangkat dirinya menjadi seorang raja yang berkuasa penuh atas kerajaan dan negeri Sanyowibowo bergelar, PRABU BELGEDUWELBEH TONGTONGSOT. 

Ketenaran dan kemashuran negeri Sanyowibowo dibawah kekuasaan Prabu Belgeduwelbeh seorang raja baru yang teramat sakti membuat negeri Astina, Dwarawati, dan negeri Amarta menjadi ketir-ketir juga, mereka khawatir kalau-kalau negerinya juga akan diserang dan ditaklukkannya juga. Maka sepakatlah mereka akan menyerang terlebih dahulu kerajaan Sanyowibowo yang sekali gus membinasakan Prabu Belgeduwelbeh. Akan tetapi tak seorangpun dari mereka yang mampu mengalahkan kesaktian Prabu Belgeduwelbeh, bahkan mereka dengan begitu mudah dapat dikalahkan oleh Prabu Belgeduwelbwh.
Melihat kenyataan ini, Sri Kresna seorang penasehat pandawa melapor untuk memohon bantuan kepada lurah Semar Kudapawana, ayah dari Petruk yang sudah menjadi raja di negeri Sanyowibowo, dan Nolo Gareng, kakak petruk agar bisa menaklukkan raja yang sakti dan sombong dan jumawa itu. 

Singkat cerita dengan kesaktian Sanghyang Semar Badranaya dan Nolo Gareng, akhirnya kesaktian Prabu Belgeduwelbeh dapat dikalahkan dan kesaktiannya bisa dilenyapkan, begitupun segala kesombongannya hilang seketika dan Prabu Belgeduwelbeh kembali seperti wujud semula menjadi Petruk. Adapun Batara Guru dan Batara Narada yang bertanggung jawab atas rekayasa Petruk menjadi raja di Negeri Sanyowibawa menyatakan alasannya, bahwa mereka berdua menjadikan Petruk menjadi raja yang sakti semata-mata agar petruk mampu menyelamatkan pusaka Jimat Kalimusodo yang akhir-akhir ini sudah dijauhkan dari raja dan rakyat Amarta sendiri.

Secara kajian Islam cerita Petruk jadi raja ini menggambarkan kepada kita bahwa derajat dan kemuliaan seseorang bukan diukur dari harta dan kedudukan, melainkan dari taat dan kukuhnya mengamalkan ajaran agama dari siapapun orang baik hamba sahaya, penguasa, dan para pejabat kaya. Hal ini sebagaimana digambarkan tokoh Petruk seorang punakawan rakyat jelata, ia bisa menjadi besar, orang terpandang karena memegang Jimat Kalimusodo (ISLAM=Kalimat Syahadah). 

Hal ini seperti ditulis dalam Al-Quran, Surat Alhujaraat:13 yang artinya :

“Wahai manusia, sesungguhnya aku (Allah) ciptakan engkau dari lelaki dan wanita, dan Aku jadikan berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, agar saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang lebih mulia di anatara kamu adalah yang lebih taqwa”. 

Dan sebagaimana Hadis Nabi :

“Manusia itu sama seperti gerigi sisir, tiada kemuliaan bagi orang Arab lebih daripada orang (bangsa) lainnya kecuali taqwanya”. <SP>  





Jumat, 11 November 2011

KASS Rahwana Pejah 31.mp4

Majalengka "dewa rucita bag.14"

Wayang Kulit Dewa Ruci

"WALI DAN WAYANG" by Denmas Priyadi

Wali Songo berda'wah melalui Wayang

SABTU, 12 NOVEMBER 2011 - DENMAS PRIYADI BLOG : Wayang di era pemerintahan Islam Demak Bintoro mengalami perubahan yang luar biasa. Menurut Dr.G.A.J. Hazeu terjemahan R.M. Mangkudimejo, pada masa pemerintahan R.Patah tahun 1437 saka, awalnya wayang hanya berupa lukisan manusia yang dilukis di atas kulit kerbau seperti yang terdapat pada relief candi Penataran.

Berkait dengan syari’at Islam yang melarang gambar-gambar makhluk hidup, sedang raja dan rakyat pada waktu itu sangat menyukai wayang, oleh Wali penyebar ajaran Islam dirubahlah bentuk bentuk wayang. Dari bentuk menghadap(tampak depan) menjadi bentuk miring (profile), sedangkan tangan dibuat panjang melebihi ukuran sesungguhnya. Hiasan mahkota, mata,telinga dan lain-lain yang tadinya hanya digambar dirubah oleh Wali dalam bentuk pahatan sehingga Nampak semakin indah bentuk wayang. Di sini perlu kita apresiasi ketrampilan, ide, dan gagasan Wali dalam menyampaikan ajaran Islam melalui media seni wayang yang pada saat itu memang sangat digemari oleh masyarakat bahkan oleh para raja. Betapa para Wali mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyebaran Agama Islam, Dr.Th.Piqued menulis dalam bukunya, “Javannse Vokssvertoningen”, hal. 56:

Penelitian oleh para ahli kejawen, maksud pertunjukan wayang Purwa itu sangat erat hubungannya dengan pola Islam terdahulu di Jawa. Dugaan bahwa pertunjukan wayang sebaga pemain boneka-boneka terpisah itu sudah ada sejak dulu kala kemudian diisi dengan mistik Islam adalah tidak benar. Orang tahu bahwa berita-berita Jawa mengenai Wali-Wali penyebar Islam, mereka itulah yang memberikan peranaan penting pada tujuan pertunjukan wayang dalam perwujudannya sekarang ini.
Mengenai asal-usul dan perkembangan perubahan bentuk wayang Purwa R.M. Sayid mengatakan bahwa:

Oleh sunan Giri kemudian dilengkapi lagi dengan hiasan-hiasan, seperti kelat bahu (hiasan pangkal lengan), gelang, keroncong (gelang kaki), anting, telinga, badong (hiasan punggung), jamang (hiasan kepala) dan lain-lain. Sedang yang mengarang lakon wayang dan suluknya itu adalah Ratu Tunggal di Giri, tatkala mewakili di Istana Demak tahun 1478 saka.

Dengan demikian awal bentuk wayang pahatan bergaris gambir (garis-garis halus) seperti pada rambut, dimulainya pada tahun 1477 saka atas perintah Sultan Trenggono di Demak. Selanjutnya di era pemerintahan Sultan Hadiwijaya raja Pajang yang pada masa mudanya dikenal dengan nama Mas Karebet atau Joko Tingkir, wayang berbentuk gayaman, tangan dan kaki masih menyambung dengan badan. Tidak sebagaimana yang kita lihat seperti sekarang. Tangan dan badan terpisah kemudian disambung dengan tali untuk membuat hidup boneka wayang saat dimainkan.

Sunan Giri menambah wayang kera sedangkan Sunan Bonang menambah ricikan seperti kuda, gajah, prajurit rampak dan lain-lain. R.Patah menciptakan gunungan (kayon) yang ditancapkan di tengah gelanggang kelir saat pertunjukan awal, tengah dan akhir.

Pandawa Lima gambaran Rukun Islam yang Lima
Penghalusan penatahan wayang dimulai sejak masa pemerintahan Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo Mataram Islam tahun 1541. Pada masa ini pula mulai dipisahkannya tangan dari tubuh wayang yang kemudian disatukan dengan tali agar memudahkan gerak tangan ketika dimainkan dan gerak wayang jadi semakin hidup.
( Referensi: Unsur Islam Dalam Pewayangan, Drs. H.Effendi Zarkasi, Wayang: Asal-Usul,Filsafat dan masa depannya, Ir. Sri Mulyono <SP>)

Kamis, 10 November 2011

"MENGENAL WAYANG" by Slamet Priyadi


Pergelaran Wayang Kulit
KAMIS, 10 NOVEMBER 2011 - DENMAS PRIYADI'S BLOG -  Menurut R.T.
Josowidagdo,wayang berarti “ayang-ayang” atau bayangan sebab yang kita  lihat  adalah  bayangannya  pada  kelir  yaitu  kain putih yang dibentang sebagai pentas pergelaran wayang.  Bayang-bayang wayang  muncul  karena adanya sinar “belencong” yang bergantung  di atas  kepala  sang dalang.   Ada  pula  yang  mengartikan wayang  merupakan “bayangan angan-angan”  oleh karena dalam ceritanya menggambarkan nenek moyang atau orang-orang terdahulu dalam angan-angan.

Dalam hal ini penciptaan semua bentuk wayang selalu disesuaikan dengan watak, sifat, dan perilaku tokoh-tokoh yang dibayangkan.  Seperti tokoh yang  memiliki karakter baik digambarkan dengan berbadan lurus,  bermuka tampan, gagah dan berpandangan tajam.  Tokoh jahat digambarkan bentuk tubuh yang besar,  kasar, bermuka lebar, berhidung besar, bermata merah dengan wajah pun berwarna merah dengan rambut gimbal.

Menurut  Doktor  Th. PIQEUD.  Wayang adalah boneka yang dipertunjukkan yaitu wayangnya  itu sendiri.  Adapun  pertunjukannya  ditampilkan  dalam berbagai bentuk, dan biasanya  mengandung  berbagai  wejangan dan nasehat-nasehat berkait dengan sikap hidup yang harus dijalani manusia di alam mayapada ini.  Sedangkan untuk ilustrasi musik pergelaran wayang ialah dengan musik gamelan slendro.

Adapun berbagai  macam  jenis  wayang  dijelaskan  Raden Mas Sayid.  Beberapa yang sudah dikenal oleh masyarakat adalah:

1.    Wayang  Purwa
    Purwa  berarti  terdahulu  atau  yang  pertama,  oleh karena itu lakon wayang purwa menggambarkan  kisah  tentang kitab Mahabarata dengan inti cerita  perang “Barata Yuda”
Yaitu perang  saudara  keturunan  Barata, yaitu antara keluarga  Pandawa  dan  Astina  yang memperebutkan kerajaan Amartapura yang  akhirnya dimenangkan oleh keluarga Pandawa. Cerita wayang Purwa ini pada awalnya berwujud lukisan yang dibuat pada daun lontar oleh Prabu Jayabaya raja Kediri.  Kemudian  di masa  kerajaan Majapahit sampai Demak  terjadi perubahan  bentuk  wayang  baik  teknik   maupun  bahan baku pembuatan wayang seperti apa  yang kita lihat sampai sekarang.  Yaitu  melalui proses pahatan, lukisan dengan bentuk pandang samping terbuat dari kulit khewan.  Menurut R. Samsudjin Proboharjono, jumlah wayang dalam satu kotak berisi kurang lebih 200 wayang.

2.    Wayang Madya
    Wayang  zaman  tengah  ini  hasil  kreatifitas  Raja  Mangkunegara IV, Surakarta. Isi ceritanya  merupakan  kelanjutan  dari  cerita  wayang purwa, yaitu sesudah pemerintahan Prabu Parikesit sampai zaman  pemerintahan  kerajaan  Jenggala  Kediri.  Menurut Raden Samsudjin, cerita  Wayang Madya  merupakan  saduran  dari  karangan Pujangga terkenal Raden Ngabehi Ronggowarsito.   

3.    Wayang Gedog
       Gedog  berarti  kedok  atau  topeng.  Wayang Gedog  diciptakan oleh salah seorang Wali Songo, yaitu Sunan  Giri.  Cerita Wayang Gedog juga merupakan lanjutan dari cerita wayang  Madya,  yakni  menggambarkan   kerajaan  Jenggala  sampai  kerajaan  Pajajaran. Wayang Gedog ini juga menceritakan zaman Kediri (Daha).

4.    Wayang Krucil/Wayang Klitik
       Krucil berarti kecil-kecil sedangkan klitik mengandung pengertian keras.  Wayang  Krucil bentuknya kecil-kecil dibuat dari bahan kayu, berjumlah hanya 70 buah. Ceritanya menggambarkan sejarah Kerajaan Pajajaran sampai Kerajaan Majapahit.

5.    Wayang Golek
       Wayang Golek banyak terdapat di Cepu dan Bojonegoro. Terbuat dari bahan kayu
berjumlah sekitar 70 buah. Ceritanya menggambarkan riwayat Menak yang berhubungan dengan  negeri  Arab  dan  Persia  pada  zaman  awal  Islam.  Wayang Golek  juga  terdapat di Jawa Barat. Bedanya  hanya  pada penampilan tokoh Bagong yang diganti denga Cepot. Jawa Barat merupakan daerah khusus wayang golek, terbanyak di daerah Priangan.

6.    Wayang Perjuangan/ Wayang Suluh
       Wayang Perjuangan dinamakan juga Wayang Sandiwara. Cerita wayang ini berupa kebaikan  dan  keburukan  yang  menggambarkan  betapa  kekejaman  kolonialis Belanda selama 350 tahun  menjajah  Indonesia,  penjajahan  Jepang  tiga setengah  tahun,  sampai zaman kemerdekaan. R.M. Sayid Sala tahun 1944 turut mencipta wayang ini. Ada juga yang memberi nama wayang Perjuangan atau wayang sandiwara ini dengan nama Wayang Suluh karena digunakan sebagai media penerangan atau penyuluhan, seperti yang dilakukan Jawatan Penerangan R.I. / RRI.

       Menurut  R. Samsoedjin,  Wayang Perjuangan atau Wayang Suluh diciptakan oleh Badan Kongres Pemuda R.I. tahun 1946/1947 di Yogyakarta.  Adapun bentuk wayangnya realistis tidak mengalami perubahan bentuk sebagai mana wayang kulit atau wayang golek bentuknya  seperti  manusia  biasa.  Menceritakan  tentang tokoh-tokoh perjuangan tanah air seperti Bung Karno, Drs. Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Jendral Sudirman, H.Agus Salim, dll.

7.    Wayang Wong / Wayang Orang
       Wayang  ini  sudah  dikenal  sejak pemerintahan Mangkunegoro IV Surakarta. Isi cerita seperti pada wayang Purwa. Tokoh-tokoh pelakunya dimainkan oleh orang. Dimainkan di atas panggung  dengan  dekorasi  sperti  sandiwara. Dalang masih berperan  aktif dalam wayang ini. Menurut  Mulyadi,  dokumen-dokumen  resmi  tentang  asal-usul  “wayang orang”  tidak  ada.  Orang  Solo  menyatakan   bahwa  Wayang  Orang  itu  pertama  kalinya   telah  diperintahkan penyelenggaraannya   oleh  Mangkunegoro  V.  Menurut   orang   Yogya.   Wayang   Orang   itu ciptaan  Hamengkubuwono I. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya ke dua raja di Solo dan di Yogya itu bukan yang menciptakan melainkan hanya menyempurnakan saja dengan  menyamakan  bentuk  pakaian  yang  digunakan  oleh pelakon dengan bentuk wayang kulit  baik  dalam  pakainnya,  maupun  bentuk perhiasan pakainnya yang disesuaikan dengan gambar wayang kulit.

Awalnya Wayang Orang ini  hanya dimainkan di istana oleh keluarga raja,seiring waktu karena  digemari juga  oleh  rakyat  akhirnya  dipergelarkan  juga  untuk  rakyat.  Rombongan terkenal dari Wayang  Orang ini beberapa diantaranya adalah, Ngesti Pandowo ( Semarang ), Sriwedari (Solo ), Cipta Kawedar, dan Bharata ( Jakarta ).

8.    Wayang Beber
    Diciptakan  pada  zaman  Majapahit  sebagai hasil perkembangan dari relief-relief yang terdapat pada Candi Panataran. Isi cerita tak berbeda dengan Wayang Purwa.  Wayang  beber terdiri dari adegan-adegan yang dilukis pada kain halus.   Sebelumnya dilukis pada kulit kayu waru.  Satu  cerita  berisi  16  adegan  terdiri  dari  4  gulung,  jadi  setiap  gulungan terdiri dari 4 adegan.  Berbeda  dengan  jenis  wayang  yang  lain,  wayang beber tidak dipegang oleh sang dalang.  Setelah  dibeber sang dalang baru menceritakan dari balik gambar. Lama pertunjukan biasanya selama 2 jam. Menurut Hartono, Wayang Beber sudah terkenal pada zaman Majapahit.  Dalam buku Negarakertagama  karangan  Mpu  Prapanca  menyebutkan,  bahwa  pada  waktu Raja Hayam Wuruk  menjadi  raja,  Wayang Beber dan Wayang Topeng merupakan seni pertunjukan yang sudah  populer  di  kalangan rakyat.  Tehnik membentangkan kain layar inilah yang memberi nama  Wayang  Beber  pada  seni  pertunjukan  tersebut. ( beber = bentang ) [<SP>]

Pustaka: Karakter Tokoh Pewayangan Mahabarata / Sri Guritno-Purnomo Soimun HP/ Unsur Islam Dalam Pewayangan / Drs. H. Effendi Zarkasi.


Rabu, 09 November 2011

TENTANG JAMUS KALIMOSODO DAN DEWA SRANI by Slamet Priyadi

Dewa Srani


KAMIS, 10 NOVEMBER 2011 – DENMAS PRIYADI BLOG -  Lakon Jamus Kalimusodo atau Jimat Kalimasada dalam cerita pewayangan adalah salah satu lakon carangan atau cerita karangan yang diciptakan oleh para wali penyebar agama Islam Wali Songo. Hal ini seperti ditulis Dr. Th. Piqeud dalam bukunya “De Javaanse Volksvortoningen” bahwa:

       “Sunan Kali mengarang lakon-lakon wayang baru dan menyelenggarakan pergelaran-pergelaran wayang dengan upah baginya sebagai dalang berupa Kalimah Syahadat”. 
( Dikutip dari buku “Unsur Islam Dalam Pewayangan” hal.84, Drs.H.Effendi Zarkasi )

       Diceritakan dalam lakon Jamus Kalimusodo :  Dewa Srani seorang raksasa putra Betara kala berambisi besar untuk menguasai dunia, lalu diceritakanlah keinginannya itu kepada ibunya Betari Durga. Mendengar pernyataan dari putra kesayangannya ini Betari Durga sangat  suka cita, maka disarankan kepada putranya Dewa Srani agar mencuri pusaka “Jimat Kalimusodo” yang ada pada Prabu Darmakusuma raja Amarta pemuka Pandawa.

       “Wahai ananda, jika ananda memang benar-benar ingin menguasai dunia, itu hanya satu syaratnya, ananda harus mendapatkan pusaka Jimat Kalimusodo yang terdapat di Negeri Amarta milik Prabu Darmakusuma, dan puasaka itu terletak di mahkota kepala Prabu Darmakusuma”.

      Mendengar jawaban dan syaran dari ibunya Dewa Srani sedikit terkejut, karena bagaimana mungkin mendapatkan pusaka tersebut karena dia sendiri mengetahui kalau Raja Amarta, Prabu Darma Kusuma adalah pemuka Pandawalima yang teramat kesohor kesaktian dan kedigjayaannya. Bertanyalah Dewa Srani kepada ibunya:

      “Ibunda! Bagaimana caranya ananda bisa memperoleh pusaka Jimat Kalimusodo itu sedang ibunda tahu, Prabu Darmokusumo dan keempat saudaranya yang dikenal dengan Pandawalima adalah sosok-sosok sakti mandraguna. Ananda kira sangatlah sukar untuk merampas pusaka itu secara langsung!”

      “Ibunda sarankan agar sebaiknya ananda harus mencurinya saja, itu adalah satu-satunya jalan termudah sebab jika ananda merampasnya sepertinya itu tidak mungkin sebab kesaktian Pusaka Jimat Kalimusodo itu maha sangat luar biasa tidak bisa dikalahkan oleh jenis senjata pusaka manapun, dan untuk itu sebaiknya ananda menghadap ramamu Betara Kala untuk minta restu dan bekal kesaktian agar dalam melakukan pencurian nanti berhasil. ” Demikianlah saran dari ibunya kemudian.

       Singkat cerita Dewa Srani akhirnya berhasil memperoleh Pusaka Jimat Kalimosodo dengan cara mencurinya dari Prabu Darmakusuma, dan iapun menguasai dunia berkat pusaka Jimat Kalimusodo tersebut, akan tetapi pusaka Jimat Kalimusada ini dapat direbut kembali oleh Pandawa Lima melalui kegigihan satriya panengah Pandawa Raden Arjuna.

Kalimah Sahadah
       Nuansa ajaran Islam yang terkandung dalam cerita lakon Jimat Kalimusodo adalah penjelasan tentang ucapan “Dua Kalima Syahadah” Rukun Islam pertama.  Kalimosodo atau Kalimasada = Kalimat Syahadah yaitu kalimat ucapan, persaksian atau bukti diri, dan pengakuan “TIADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN MUHAMMAD ADALAH RASUL ALLAH.”

       Adapun tentang Dewa Srani, ini adalah penggambaran dari sifat angkara murka. Dewa Srani adalah putra dari Betara Kala dan Dewi Durga yang selalu ingin menyebarluaskan berbagai macam prilaku kejahatan di dunia. Bentuk tubuhnya digambarkan berupa kesatria tampan seperti Arjuna. Dalam konteks kekinian, Dewa Srani merupakan visualisasi dari Sang Monster Penjajah dari Barat yang  kuku-kukunya sudah mencengkeram kuat di seluruh dunia terutama di bumi Timur Tengah, dan akar-akarnyapun sudah menyebar ke seluruh dunia. Hampir semua Negara di seluruh dunia menjadi mangsanya, terjajah budayanya, ekonominya, social dan politiknya. "Siapa berani menantang aku, maka akan aku hancurkan".  Iraq, Afganistan, Mesir, Libya adalah contoh nyata dari Prilaku Dewa Srani.

       Terkait dengan prilaku Barat yang ingin menguasai dunia Islam Al-Qur’an sudah mengingatkan: 

       Dan orang-orang Yahudi dan Nashara tidak akan rela kepadamu hingga kamu turut agama mereka”.  Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah sebenar-benarnya petunjuk. Jikalau engkau turut kemauan mereka sesudah dating pengetahuan kepadamu maka engkau tidak akan dapat penolong dan pembantu dari Allah”. ( ALBAKARAH : 120 )

       “Segolongan dari Ahli Kitab suka hendak menyesatkan kamu, padahal tidak dapat mereka menyesatkan kecuali diri-diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar” ( ALI IMRAN : 69 )

      Oleh karena itu sebaiknya umat Islam di seluruh dunia mau dan tetap bersatu dalam ISLAM dan selalu waspada terhadap ancaman-ancaman yang ingin merubah serta merusak aqidah Islamiah kita. [ PUSTAKA: 1. Budaya Indonesia ( Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah – Prof.Dr. Edi Sedyawati, 2. Karakter Tokoh Pewayangan Mahabarata – Sri Guritno – Purnomo Soimun HP,  3. Unsur Islam Dalam Pewayangan, Drs. H. Effendi Zarkasi  <SP> ]

PANDAWA LIMA GAMBARAN RUKUN ISLAM by Slamet Priyadi

Pandawa Lima ( Rukun Islam yang lima )
RABU, 9 NOVEMBER 2011 – DENMAS PRIYADI BLOG - Dalam cerita pewayangan Pandawa Lima adalah lima sosok kesatriya Amarta  putra dari Prabu Puntadewa dan Dewi Prita [Dewi Kunthi].  Mereka adalah Yudistira, Bima, Arjuna, dan sikembar Nakula dan Sadewa.  Dikaitkan dengan ajaran Islam ke lima putra Pandawa ini merupakan Rukun Islam yang lima, yaitu: 1. Syahadatain, 2. Sholat lima waktu, 3. Puasa Ramadhan, 4.  Zakat, 5. Pergi Haji.

1.      Yudistira (Darmakusuma),
Yudistira
Yudistira dikenal juga dengan nama Darmakusuma adalah putra pertama, merupakan pemuka Pandawa yang di atas mahkotanya terdapat  secarik kertas putih yang menjadi agemannya dan merupakan jimat kesaktiannya sehingga tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.  Jimat Yudistira ini disebut Klimo Sodo yang berupa tulisan kalimat Syahadatain, “Lailahaillallah Muhammadarrasulullah”. Ini merupakan gambaran jika seseorang telah mengucapkan kalimat Syahadat tersebut harus dengan keyakinan yang mendalam sehingga menimbulkan kekuatan jiwa yang mampu mengalahkan sifat angkara murka.


2.      Bima ( Werkudoro ),
Bima
Bima dikenal juga dengan nama Werkudoro. Bima atau Werkudoro bertubuh tinggi besar seperti raksasa, Selalu mengenakan gelang supit urang denan wajah Nampak garang akan tetapi  selalu menunduk seperti orang yang sedang melaksanakan Sholat. Bila sedang melakukan sesuatu tidak bisa diganggu sampai apa yang sedang dilakukannya itu selesai. Hal ini menggambarkan jika sedang melakukan ibadah sholat tidak bisa diganggu gugat.  Bima adalah kesatriya pandawa yang paling berani dan gagah perkasa dengan aji kesaktiannya yang terdapat di lengannya yaitu, Aji Pancanaka yang berarti Lima kekuatan yang selalu dipegangnya dengan kuat. Ini merupakan symbol atau lambang bahwa apabila Sholat lima waktu dilaksanakan dengan baik penuh keyakinan dan ketekunan yang mendalam akan memiliki kekuatan yang besar yang mampu mengalahkan segala tantangan baik secara badaniah maupun rohaniah.
Arjuna

3.      Arjuna (Janaka),
Arjuna mempunyai banyak nama diantaranya adalah Janaka, Permadi.  Arjuna dikenal suka bertapa, berjiwa teguh, dan berwajah tampan. Ini merupakan gambaran orang yang rajin berpuasa(bertapa), akan memiliki jiwa yang kuat dan tenang  dalam menghadapi segala tantangan dan cobaan.










4 dan 5. Nakula dan Sadewa,
Nakula dan Sadewa menghadap Raja Salya
Nakula dan Sadewa adalah kesatriya Pandawa yang sangat rajin dan giat bekerja. Selain itu penampilannya perlente, rapih dan berpakaian bagus dan bersifat dermawan. Ini menggambarkan seperti orang yang mengeluarkan Zakat dan pergi Haji.  Mereka orang-orang yang berzakat dan berhaji adalah orang-orang yang mampu dan kaya baik hartanya maupun jiwa batiniahnya.